Tata cara perceraian diatur dalam Pasal 14 s.d. Pasal 34 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9/1975”).
Bagi pemeluk agama Islam, perceraian dianggap telah terjadi terhitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (2) PP 9/1975.
Sedangkan, bagi pemeluk agama selain Islam, perceraian baru dianggap terjadi saat putusan cerai didaftarkan oleh panitera ke kantor pencatatan sipil di tempat perceraian itu terjadi. Demikian menurut ketentuan Pasal 34 ayat (2) jo. Pasal 35 PP 9/1975.
Setelah putusan perceraian yang berkekuatan hukum tetap telah dikeluarkan, perceraian tersebut masih harus dilaporkan paling lambat 60 hari kepada Instansi Pelaksana, demikian menurut ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”)
Mengenai pendaftaran laporan perceraian lebih jauh diatur dalam Perpres No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 25/2008”). Pencatatan perceraian dilakukan di Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana tempat terjadinyan perceraian (Pasal 75 ayat [1] Perpres 25/2008). Yang dimaksud dengan Instansi Pelaksana dalam hal ini adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan (Pasal 1 angka 6 Perpes 75/2008), biasanya adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Sedangkan, yang dimaksud dengan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Instansi Pelaksana adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang melaksanakan pelayanan Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan akta (Pasal 1 angka 21 Perpres 25/2008).
Bagi yang beragama Islam, pencatatan perceraian dilakukan di Kantor Urusan Agama Kecamatan ("KUA") karena KUA satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk pada tingkat kecamatan bagi Penduduk yang beragama Islam (Pasal 1 angka 20 Perpres 25/2008).
Berdasarkan Pasal 75 ayat (3) Perpres 25/2008, pelaporan perceraian dilakukan oleh suami-istri yang bercerai dengan melampirkan putusan perceraian dan kutipan akta perkawinan. Selanjutnya, Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Pencatatan Sipil/KUA mencabut kutipan akta perkawinan serta menerbitkan Kutipan Akta Perceraian kepada masing-masing suami istri yang bercerai Jadi, dokumen bukti telah dilakukannya perceraian adalah Kutipan Akta Perceraian yang diterbitkan oleh Dinas Pencatatan Sipil bagi yang beragama non-Islam, dan oleh KUA bagi yang beragama Islam.
Bila ingin mengetahui keabsahan Kutipan Akta Perceraian calon istri/suami (janda/duda), bisa diperiksa pada Instansi yang menerbitkan Kutipan Akta Perceraian tersebut.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
3. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil
No comments:
Post a Comment