Kaum rasionalis dewasa ini menggunakan hermeneutika sebagai suatu metode dalam berfilsafat untuk mencari kebenaran suatu persoalan. Mereka mengkritik ushul fiqih sebagai metode yang dipakai para ahli hadist dalam mencari solusi sebuah persoalan. Hermeneutika sebegitu diangung-agungkan secara membabi buta. Aplikasi hermeneutika dalam menafsirkan Al-Qur’an pun semakin lazim digunakan yang terkadang justru menyimpang dari ayat ilahi tersebut. Secara jujur intelektual muslim yang begitu mengangungkan hermeneutika adalah mereka doktor-doktor lulusan Amerika dan Kanada yang ketika di Indonesia mereka membawa paham tersebut.
Sementara dipihak lain para ahli ushul fikih terlalu leterlauge dan rigit dalam menjawab persoalan. Metode lama yang konservatif kerap kali menjadi acuan. Para ahli ushul fikih merasa tabu dan bahkan riskan jika mengeluarkan metode baru. Mereka hanya meniru dari metode yang digunakan oleh pendahulunya sementara persoalan-persoalan kehidupan terus berkembang dan semakin kompleks.
Apabila diambil benang merah dari konflik ushul fikih yang didukung oleh ahli hadits dan hermeneutika metode ra’yu yang diusung oleh para filsuf maka kita akan mendapatkan jalan tengah dengan tanpa mencaci maki satu dengan mengagungkan yang lainnya.
Hermeneutika sebagai metode dapat menjadi sarana atau proses dalam menafsirkan ayat ilahi yang bersifat horizontal. Ayat-ayat sosial dengan segala persoalannya, ayat-ayat kemanusiaan dan ayat lainnya yang berhubungan dengan kemanusiaan dapat ditafsirkan dengan metode hermeneutika. Hermeneutika tidak boleh menyetuh ayat vertikal. Keesaan Allah, kekuasaan-Nya dan zat-Nya bukanlah kajian hermeneutika.
Ushul fikih harus lebih fleksibel kajian ajaran islam jangan hanya dilihat dari segi tekstual saja akan tetapi kontekstual dan faktual. Metode ushul fikih jangan hanya bersandar dengan kaidah klasik semata. Pemahaman secara kontekstual dengan memperhatikan tujuan dari teks perlu mendapat perhatian mendalam. Dalam hal ini maqasid syariah menjadi jawaban dari kedua pertikaian “Ushul fikih versus Hermeneutika”.
No comments:
Post a Comment