Sunday, April 22, 2012

PROBLEMATIKA ALTHUSSER



Pada beberapa waktu yang lalu, kira-kira tahun 1960-an dan 1970-an, ada filsuf berkebangsaan Perancis Louis Althusser, intelektual gila di tengah-tengah madzhab kiri dan budayawan radikal di Eropa barat yang mengemukakan alat-alat gagasan yang tajam seperti mata pedang untuk menjelaskan ide dan budaya serta mengungkap dasar dan asumsi idelogis keduanya. Kegilaan tersebut mulai hilang di akhir 1970-an dan hilang sama sekali pada 1980-an.


Saat idenya pertama kali berubah menjadi kecaman keras, Althusser menambahkan namanya dengan Markus dan Gramsci, kemudian para filsuf mengabaikan dua tambahan namanya itu sampai dia mati menderita pada awal tahun 1990-an sebagai dampak dari penyakit liver akut yang dideritanya sampai akhirnya mencapai klimaks dengan kepahitan. Sekarang pergulatan sudah mereda dengan penghormatan padanya dan debunya mulai mengendap, sebenarnya tidak sulit untuk menjelaskan kegemilangan gagasan yang Althusser tinggalkan bagi kebudayaan natural modern. Mungkin untuk mengawali mutiara gagasannya tersebut adalah dengan memahami problematika, Althusser pada asalnya meminjam kata itu dari Jack Martin lalu maknanya dia kembangkan, dia terapkan dan dia wariskan kepada muridnya Michel Faucault. Pengertian inilah yang kami maksudkan di sini dan kami gunakan untuk mengkritik penggambaran Al-Jabiri tentang hubungan yang lama dengan yang baru dalam nalar arab. Mengingatkan pembaca bahwa pandangan Al-Jabiri dalam kritik ini tercermin pada ungkapan kekhasan nalar arab sebagai tiang untuk menghidupkan yang lama secara esensial dan dalam perjalanannya yang berturut-turut dengan materil yang baru, dan tanpa adanya kemungkinan yang baru untuk memperbaharui pemutus total dengan hal lama. Dengan demikian, Al-Jabiri melihat bahwa gerakan nalar arab tidak bisa sempurna dengan transmisi terus-menerus dari yang lama kepada yang baru, tetapi akan menjadi sempurna dengan mengakumulasi yang baru untuk mendukung yang lama dalam esensi bidangnya. Oleh karena itu, pergerakan nalar arab adalah jalan di tempat sebagaimana diungkapkan oleh Al-Jabiri. Sebaliknya, kami telah mengungkapkan ide bahwa yang membedakan alam kesadaran atau nalar bukanlah unsur gagasan atau kebudayaan dalam hal menentukan esensinya, tetapi hubungan struktural antara unsur-unsur tersebut. Bahkan unsur-unsur itu sendiri tidak menentukan esensinya, tetapi menentukan hubungan unsur struktural itu dengan unsur lain. Yang benar adalah bahwa gagasan ini tersembunyi dalam pemahaman problematika Althusser. Maka kita harus melihat bagaimana Althusser menyelesaikan masalah tersebut dengan problematikanya.


Pada akhir tahun 1950-an, muncul masalah dasar ideologi di kalangan madzhab kiri Eropa bagi buku-buku Markus pada awal sebelum 1845 (yakni sebelum bukunya “Ideologi Jerman”), dan yang didominasi karakter falsafi. Dengan penggambaran khusus, masalah dasar ideologi ini telah mewariskan permasalahan hubungan antara buku-buku awal dan buku “Modal”, atas dasar itu, dasar ideologi itu mewariskan permasalahan yang berkaitan dengan Markus dari sisi Ludwig Feuerbach dan Hegel dari sisi yang lain. Althusser termasuk penggagas pertama yang mengusung masalah teoritis ini (politik dan esensinya). Althusser telah membuat gagasan tajam seputar masalah ini yang terbagi dalam dua gagasan besar: (1) gagasan orang yang disebut Althusser sebagai penggagas teori sumber dan hal yang disebutkan dalam penjelasan “Modal” dan buku-buku masakini yang lain, yang khusus memperluas, merinci, dan menerapkan ekonomi politik untuk teks-teks filsafat awal, seakan esensi ‘modal’ tidak seperti dalam teks dengan ukuran yang ada dalam buku-buku awal; (2) gagasan orang yang disebut Althusser sebagai penggagas teori pengharapan dan hal yang sisebutkan dalam buku-buku awal sebagai bentuk yang tidak masakini atau embrio “modal” dan buku masakini lainnya, seakan turunan “modal” adalah semata proses klasifikasi Hegel terhadap benih tersembunyi dalam buku-buku awal, dan seakan rahasia puncak dari buku-buku awal atau esensi milik Hegel adalah “modal” itu sendiri. Maka hubungan antara buku awal dan buku masakini adalah kaitan simetris Hegel dan dua hal itu.


Althusser telah menolak dua kelompok gagasan itu karena dia menganggap bahwa keduanya menimbulkan tiga asumsi ideal sebagai berikut:


(1) Asumsi analitis: yakni tercermin dalam penjelasan semua sistem teori dan semua gagasan bentuk yang bisa menerima pengurangan terhadap unsur yang berkomposisi darinya. Karena itulah, dia melibatkan diri untuk keyakinan adanya kemungkinan penggagasan dalam semua unsur sistemis sebuah teori yang terpisah di atas unsur yang lain¸ dan kemungkinan untuk mengkomparasikan semua unsur dengan unsur serupa dalam sistem gagasan lain.


(2) Asumsi teologis: yakni tercermin dalam perumusan pengadilan rahasia terhadap sejarah yang putusannya mengukur gagasan-gagasan klasik dari kejadian teks tertentu dan sesuai kaidah yang berlandaskan teks itu. Hal ini muncul pada solusi sistem gagasan yang unsurnya bervariasi dan pengukuran setiap unsur menurut teori esensi tersembunyi dalam kaidah itu.


(3) Asumsi ideal: unsur ini tercermin dalam penjelasan sejarah gagasan yang ada dalam materilnya dan muncul di dalamnya, dan keyakinan bahwa prinsip pencapaian alam ideologi ada di dalamnya, dalam artian bahwa ideologi dapat dijangkau dengan dan dalam materilnya.


Oleh karena itu, Althusser menolak dua gagasan mengenai hubungan antar teks dan sebagai gantinya dia mengajukan gagasan materil untuk tujuan ini, gagasannya adalah bahwa esensi teks tidak tersembunyi teks lain yang lebih tinggi atau lebih rendah tingkatannya, akan tetapi tersembunyi dalam esensi teks itu dan berkaitan dengan dasar materi sosial. Maka teks, sesuai dengan gagasan ini, tidak berubah dan tidak berkembang dengan esensi dari esensinya, tetapi turunannya dihitung dengan penggambaran kesatuan komprehensif internal, dalam hal ini ideologi dianggap homogen antara teks pertama dan teks turunannya, juga dengan penggambaran kritis yang merubah teks pertama dan menghasilkan teks lain yang memiliki kesatuan internal lain. Yang menjadi titik temu di sini adalah bahwa teks berproduksi dengan semua sifatnya, tidak dengan penumpukan sifat dari unsur-unsur ide yang ada dalam esensi dan yang berkonfigurasi sempurna. Unsur gagasan/ide tidak sempurna dalam esensinya, tetapi dalam hubungannya dengan unsur lain yang ada pada esensi teks dan hubungannya dengan asas kejadian dalam “problematika” gagasan dan teks, dan sesuatu yang membatasi masalah dari jalur pemecahannya. Gagasan atau teks semata-mata adalah urutan tertentu bagi beberapa unsur lain yang menyelimuti nash sebagai penyatu problematika tertentu bagi alam ideologi nash.


Oleh karena itu Althusser menyimpulkan beberapa titik sebagai berikut:


(1) Bahwa alam teks tidak terbatas dengan makna masalah, tetapi terbatas dengan makna caranya dalam menyelesaikan masalah, yakni struktur metode dan mekanisme yang digunakan untuk menyelesaikan masalah itu, yakni problematika. Sebagai contoh, sebagian peneliti melihat bahwa buku-buku awal Markus secara kualitatif berbeda dengan buku-buku Feuerbach karena buku-buku Markus membahas dengan penggambaran umum masalah yang berbeda satu sama lain. Mereka juga berpendapat bahwa satu hal yang umum antara dua kelompok adalah adanya sebagian pemahaman dan unsur teori umum. Akan tetapi analisis Althusser pada buku-buku itu meyakinkannya bahwa dua kelompok itu mempunyai titik temu dalam hal esensi teori, yakni problematika. Problematika teks-teks awal Markus bukanlah problematika Markus, tetapi problematika Feuerbech, karena itulah kritik yang dialamatkan Markus pada Hegel dalam buku-buku awalnya adalah kritik Feuerbech pada Hegel, bukan kritik yang dikeluarkan Markus sendiri. Berdasarkan hal ini, maka kritik Markus masih menunggu orang yang merealisasikannya. Althusser melihat bahwa kritik Feuerbech pada akhirnya tidak menyinggung tentang problematika Hegel. Hanya problematika kecil yang menempati satu sudut dari problematika yang lebih luas. Dengan demikian, maka bisa dikatakan bahwa kritik Markus pada Hegel dalam buku-buku awalnya pada intinya adalah kritik Hegel, yakni kritik terhadap Hegel dari dalam.


(2) Semua ideologi adalah satu faktor internal dengan problematikanya yang tidak mungkin mengeluarkan satu unsur dari problematika tanpa merubah maknanya. Oleh karena itu, maka pendapat bahwa teks adalah campuran dari yang lama dengan yang baru atau campuran dari unsur materil dan unsur ideal, sebagaimana dikatakan dalam buku-buku awal Markus, adalah pendapat ideal yang ditolak, karena sesuai pendapat ini, teks tidak dibaca dengan bukti satuan internalnya, tetapi dengan bukti teks lain yang ada sebelumnya. Buku-buku akhir Markus dalam hal ini adalah pengadilan yang menjelaskan hukum dan pelaksanaannya, kesatuan teks yang dimaksudkan hancur dan menurun kepada beberapa unsur tensendiri. Pendapat tersebut ditolak karena pada kenyataannya menghilangkan proses produksi gagasan dan alam kesadaran yang menjadi turunannya. Kesadaran yang menghasilkan teks awal tidak mampu menghasilkan teks terdahulu dengan unsur-unsur terdahulu, tetapi harus tumbuh pada batasan tertentu sampai bisa menghasilkan teks terdahulu. Dengan hal ini, maka idealitas atau material teks tidak terbatas pada bentuk unsur-unsurnya yang tampak, tetapi terbatas pada problematikanya. Ada problematika materil dan problematika ideal. Ada problematika ilmiah, tidakilmiah, dan sebelum ilmiah. Ada problematika permodalan dan sebelum permodalan, seperti itulah. Sudah banyak problematika yang muncul sebelum ilmiah atas yang lama dan yang baru yang sudah terbentuk dan atas pemahaman ilmiah yang mengintegrasikannya pada esensinya, mendistosi, meratakannya dan mentransfer yang lama, yang baru, dan ilmiah pada hal lain yang sesuai esensi ideologisnya. Hal ini sesuai yang dihasilkan oleh gagasan arab modern yang lazim, dan gagasan tingkatan arab yang lazim.


(3) Arti semua gagasan (problematika) tidak terbatas pada hubungannya dengan esensi yang terjadi di luar materi, tetapi terbatas pada hubungannya dengan bidang ideologi, problematika dan struktur sosial yang menjadi dasar bagi bidang itu dan tercermin di dalamnya. Di sini tidak ada sumber atau puncak yang membentuk hakikat teks dengan arti Hegel.


(4) Jadi, dinamika perkembangan teks, gagasan atau ideologi adalah sesuatu yang tidak ada dalam teks, gagasan atau ideologi itu, tetapi ada di luarnya dalam bentuk dasar materil.


Demikianlah dasar-dasar teori Althusser dalam gagasan dan teks, dan yang kami cela di atasnya karena kritik penggambambaran Al-Jabiri terhadap kebudayaan Arab dan nalar Arab.

No comments:

Post a Comment