Friday, June 28, 2013

Ketiga: Hazl (bercanda)

Hazl adalah mengatakan sesuatu dengan maksud tidak sungguh-sungguh.[1] Perkataan biasanya bisa diartikan baik secara hakiki (makna sebenarnya) atau majazi (makna kiasan). Transaksi verbal syar’i diucapkan agar hukumnya tercapai. Oleh karena itu, jika suatu perkataan tidak dimaksudkan seperti biasanya dan transaksi verbal tidak diucapkan dengan maksud syar'i maka perkataan itu tidak berakibat hukum sama sekali. Orang yang bercanda mengatakan sesuatu secara sadar, dia mengetahui bahwa dia tidak bermaksud yang sebenarnya, dia melakukan akad dan bertransaksi atas dasar rela dan tanpa paksaan, akan tetapi dia tidak ingin, tidak memilih, dan tidak rela akibat hukumnya terjadi.[2]

Hazl tidak dapat menghilangkan ahliyah al-wujub dan ahliyah al-ada', akan tetapi tetap ada konsekuensi hukum terhadap orang yang bercanda/bermain-main itu.

Ringkasnya, transaksi verbal yang dilakukan dengan main-main ada tiga macam, yakni: ikhbar, i'tiqad dan insya' dengan hukumnya masing-masing.

1. Ikhbar
Yang dimaksud dengan ikhbar adalah iqrar (ketetapan/keputusan), dan hazl dapat membatalkannya jika menyangkut objek ihkbar, karena berlakunya ketetapan tergantung pada pembuat ketetapan itu, sedangkan hazl menunjukkan dengan jelas bahwa ketetapan yang dibuatnya adalah bohong sehingga tidak bisa dianggap sebagai ketetapan yang sah. Ketika seseorang main-main dalam melakukan ketetapan akad jual beli, nikah, atau talak, maka ketetapannya tidak dianggap dan tidak menimbulkan konsekuensi apapun, sekalipun pembuat ketetapan itu membolehkannya (ijazah). Pembolehan adalah konsekuensi logis dari sesuatu yang dijadikan objek akad yang di dalamnya ada kemungkinan sah dan batal. Oleh karena itu, jika dari awal tidak menjadi objek akad maka iqrar menjadi batal, sebagaimana ijazah (pembolehan/restu) tidak bisa menjadikan kebohongan menjadi kebenaran.

2. I’tiqod
Yang dimaksud dengan I’tiqod adalah perkataan manusia yang berkaitan dengan akidahnya. Bercanda tidak menjadi penghalang akibat yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, jika seseorang bercanda mengucapkan kata-kata kufur, maka ia sudah murtad atau keluar dari Islam. Hukum ini berlaku sekalipun orang yang bersangkutan tidak berniat murtad dan tidak menginginkannya, sebab bermain-main dengan mengucapkan kalimat kufur berarti menganggap enteng Islam, menganggap enteng Islam berarti kufur, sehingga orang yang mengucapkannya menjadi murtad semata karena main-main. Firman Allah, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, ‘sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (At-Taubah; 65).
Murtad berdampak pada banyak hukum, seperti putusnya ikatan suami-isteri dan sebagainya, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab-kitab fikih.

3. Insya’
Yang dimaksud dengan insya’ yakni terjadinya sabab yang berdampak pada hukum syar’i yang ditetapkan berdasarkan sabab, seperti jual beli, ijarah serta akad dan transaksi lainnya. Insya’ ada dua: pertama, tidak batal karena hazl, seperti nikah, talak, dan ruju', berdasarkan pada hadits, "Ada tiga hal yang dianggap serius sekalipun dilakukan dengan main-main, yakni: nikah, talak, dan ruju'." Hal ini mencakup transaksi-transaksi yang tidak memiliki kemungkinan untuk dibatalkan. Kedua, bisa batal atau rusak karena hazl, seperti dalam masalah jual beli, ijarah, dan semua transaksi yang mungkin untuk dibatalkan sebagaimana telah dijelaskan secara terperinci dalam kitab-kitab fiqh.

Beberapa ulama fiqh berpendapat sahnya model transaksi kedua ini meskipun dilakukan dengan main-main, dianalogikan dengan sahnya nikah, talak, dan rujuk sekalipun dilakukan dengan main-main. Ulama yang membagi insya' menjadi dua bagian beralasan bahwa hadits di atas menunjukkan bahwa ada sebagian akad yang sama akibatnya baik dilakukan dengan sungguh-sungguh maupun main-main, dan ada akad yang berbeda akibatnya: sah bila dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tidak sah bila dilakukan dengan main-main. Karena jika semua akad berlaku sama maka hadits pasti menegaskan hal tersebut. Dilihat dari esensinya, nikah-talak-rujuk adalah hak Allah yang tidak boleh dibuat main-main oleh siapapun. Hukum akan tetap berlaku meskipun dia tidak menginginkannya, seperti jika dia mengucapkan kata-kata kufur. Karena seorang manusia tidak boleh bertindak main-main dengan Tuhannya dan ayat-ayat-Nya, berbeda dengan transaksi harta yang murni hak hamba, bisa rusak jika dilakukan dengan main-main dan hukumnya tidak berlaku karena tidak ada kerelaan dari pelaku. Manusia terkadang bermain dan bersenda-gurau dengan temannya, oleh karena itu hukum tidak terjadi tanpa kerelaannya.[3]

[1] Kasy al-Asrar, Juz. 4, hlm. 1477.
[2] Ibid.
[3] I'lam al-Muwaqqi'in, Juz. 3, hlm. 109-111. Al-Mudawwanah al-Kubra, Juz. 2, hlm. 161.

1 comment: