Saturday, April 6, 2013

Komitmen dalam Perkawinan

Kedewasaan remaja ditandai dengan tahapan kematangan secara biologis bagi perempuan ataupun laki-laki. Kematangan biologis perempuan ditandai dengan peristiwa menstruasi dan laki-laki dengan peristiwa mimpi basah. Pada remaja putri tahapan ini merupakan waktu di mana muncul perasaan-perasaan heteroseksual. Ketertarikan dengan lawan jenis sudah mulai tampak sehingga memunculkan dorongan-dorongan untuk mempercantik diri. Semakin lanjut seorang gadis mencapai kematangan biologis dan psikisnya, semakin serius pula perasaan-perasaan heteroseksualnya muncul. Hal inilah yang kemudian mendorong minat sang gadis untuk bersungguh-sungguh memilih dan mengantisipasikan seorang pasangan, seorang patner atau calon jodoh.[1] Hal yang sama juga dialami oleh para remaja laki-laki, ketertarikan dengan lawan jenis serta usaha untuk menjalin sebuah hubungan juga mulai dilakukan. 

Perlu difahami dalam Islam hubungan laki-laki dan perempuan diatur sedemikian rupa dengan tujuan menjaga kehormatan diri keduanya.Untuk itulah Allah Swt. mensyari’atkan adanya perkawinan bagi laki-laki dan perempuan yang telah memenuhi persyaratan untuk dapat melangsungkan sunatullah tersebut. Namun perlu disadari untuk mewujudkan sebuah perkawinan yang harmonis sesuai dengan tuntutan agama juga tidak dapat terlepas dari kajian-kajian disiplin keilmuan di luar ilmu agama itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah perkawinan adalah pendekatan psikologi. 

Persoalan-persoalan pra-perkawinan yang akan dibahas dalam tulisan ini di antaranya: (1) bagaimana memilih pasangan hidup yang serasi dan bagaimana menghadapi perpisahan dengan pasangan? (2) kapankah waktu yang tepat membuat komitmen untuk melakukan perkawinan? (3) apa saja implikasi dari dilaksanakannya pertunangan? dan (4) bagaimana memprediksikan kebahagian dalam perkawinan? 

Pembahasan permasalahan di atas diharapkan dapat menjadi bahan diskusi bersama yang pada akhirnya dapat membantu pasangan-pasangan muda mempersiapkan mentalnya secara matang sebelum berkomitmen melakukan perkawinan. Selain itu kesimpulan dari pembahasan ini diharapkan dapat menjadi tawaran solusi untuk berbagai permasalahan persiapan perkawinan yang dihadapi masyarakat dewasa ini. 


Pengertian Komitmen Perkawinan 
Dalam kamus Oxford, commitment didefinisikan sebagai “a promise to do something or to behave in a particular way; a promise to support somebody or something”. Dari pengertian ini, komitmen diartikan sebagai sebuah janji untuk melakukan sesuatu atau sebuah janji untuk berjalan pada sebuah jalan yang istimewa. Dengan bahasa lain, komitmen juga dapat diartikan sebagai sebuah janji untuk mendukung seseorang atau sesuatu. David Knox memberikan definisi komitmen sebagai suatu maksud untuk mempertahankan, memelihara ataupun menegakkan suatu hubungan (commitment may be defined as an intent to maintain a relationship)[2]. 

Perkawinan memiliki definisi yang beragam, tiga definisi berikut akan menggambarkan pengertian dari istilah perkawinan. 

1. David Knox mengemukakan: 
Marriage in United States is an arrangement in which two adults of the opposite sex have an emotional relationship and a legal commitment to each other according to the laws of the state in which they reside.”[3]

2. Definisi perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan di Indonesia adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[4]

3. Perkawinan menurut hukum Islam, dalam hal ini digunakan istilah nikah, bermakna menghimpun atau mengumpulkan. Lebih lengkapnya, nikah adalah salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami isteri dalam sebuah rumah tangga sekaligus sarana untuk menghasilkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia di atas bumi.[5] Imam al-Syafi’i memaknai nikah sebagai proses mengadakan perjanjian perikatan.[6] Selain itu, sebagai pemaknaan dari kandungan al-Qur’an surat al-Rum ayat 21, Khairudin Nasution mendefinisikan nikah sebagai ikatan lahir batin antara dua insan sebagai pasangan untuk menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera, damai, tentram dan kekal.[7]

Beberapa definisi tentang perkawinan di atas memberikan gambaran bahwa perkawinan (1) dilakukan oleh dua orang yang berbeda jenis kelamin, (2) tunduk pada hukum di mana perkawinan itu dilangsungkan, (3) ikatan dua insan yang sangat kuat, dan (4) memiliki tujuan tertentu. Artinya komitmen perkawinan adalah sebuah ikrar ataupun janji untuk melakukan ikatan antara dua insan sesuai hukum yang berlaku dengan tujuan tertentu serta berjanji untuk menjaga dan memelihara ikatan tersebut. 



Memilih Pasangan Hidup yang Serasi 
Memilih pasangan yang serasi merupakan hal yang sangat penting untuk kesuksesan sebuah perkawinan. Keserasian merupakan pertimbangan dasar untuk memilih pasangan. Hal ini penting untuk meminimalisir konflik yang mungkin terjadi. Hidup dengan pasangan yang memiliki perbedaan ketertarikan akan lebih sulit daripada hidup dengan seseorang yang memiliki ketertarikan yang sama. Tentu saja hal ini tidak mutlak terjadi pada setiap orang. Akan tetapi dapat merasakan hal yang dirasakan pasangan dan bertukar pendapat tentang isu-isu yang penting dalam kehidupan tentu saja akan sangat membantu mewujudkan keharmonisan. Berikut beberapa hal tentang keserasian yang dibutuhkan dalam memilih pasangan, yakni:[8]

1) Recreational compatibility (keserasian minat dalam hiburan); 
2) Need-for-partner compatibility (keserasian kebutuhan); 
3) Sexual compatibility (keserasian seksual); 
4) Career and family goals compatibility (keserasian dalam merumuskan tujuan keluarga dan karir); 
5) Role compatibility (keserasian peran); 
6) Value compatibility (keserasian nilai) dalam hal ini meliputi beberapa aspek, seperti: (a) nilai-nilai keagamaan, (b) nilai-nilai gaya hidup, (c) nilai-nilai politik, (d) nilai-nilai aktualisasi diri; 
7) Communication (komunikasi); 
8) Flexibility (fleksibilitas); 
9) Body-clock compatibility (kesesuaian waktu istirahat); 
10) Love (baca: saling mencintai). 

Menolak Pasangan Hidup 
Setelah menjalani suatu hubungan dan mengevaluasi hubungan tersebut terkadang seseorang memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang telah dijalinnya (baca: putus). Hasil penelitian dari 407 mahasiswa S1, 85 persen memberikan suatu alasan pada saat memutuskan hubungan.[9] Namun, alasan yang dikemukakan bukanlah alasan yang sebenarnya melainkan alasan yang dibuat-buat. 11 persen responden menggunakan alasan yang tidak sebenarnya karena ingin menjaga perasaan seseorang yang diputuskan. Namun, kebanyakan responden yang memilih berbohong disebabkan karena ingin menghindari perkataan bahwa ada yang salah dari diri pasangan yang diputuskan atau sudah ada orang lain yang hadir dalam kehidupan yang bersangkutan. Mengatakan alasan yang sejujurnya terkadang membuat seseorang akan merasakan luka yang lebih sakit dan penderitaan yang berkepanjangan, untuk itu memutuskan untuk mengatakan alasan yang tidak sebenarnya dirasa lebih baik dan manusiawi. 

Ada beberapa tahapan yang harus dipertimbangkan ketika memutuskan untuk mengakhiri suatu hubungan, di antaranya:[10]

1) Putuskan bahwa mengakhiri hubungan adalah sesuatu yang diinginkan. Pada beberapa kasus lebih mudah memperbaiki hubungan daripada memutuskan hubungan dan mencari pengganti yang baru, namun dalam beberapa kasus mengakhiri hubungan adalah pilihan terbaik dibandingkan menjaga hubungan tersebut. 

2) Fahami dan terima bahwa akan ada orang lain yang tersakiti ketika seseorang memutuskan untuk mengakhiri suatu hubungan. Catatan yang perlu diperhatikan adalah meneruskan suatu hubungan yang sudah tidak harmonis karena tidak ingin menyakiti pasangan justru akan membuat diri sendiri menderita, dan pasangan akan merasa keputusan untuk bertahan hanya karena kasihan padanya bukan karena cinta. 

3) Membuat keputusan bahwa perpisahan adalah tujuan akhir dan bahwa keputusan itu menyakiti pasangan adalah hal yang tidak dapat terhindarkan lagi. Berilah alasan yang spesifik ketika memutuskan hubungan, semisal: “saya butuh kebebasan” atau “saya akan melanjutkan kuliah ke luar kota dan sulit bagi saya menjalin hubungan jarak jauh”, dsb. Ingatlah untuk tidak menyalahkan pasangan atas keputusan yang diambil. Beberapa orang lebih mudah menyatakan putus secara langsung dengan pasangan, namun beberapa orang memilih untuk menyampaikan keputusannya lewat sepucuk surat, SMS, telepon, bahkan merekam suara dan dikirim ke pasangannya. Terkadang hal tersebut dilakukan karena tidak ingin melihat pasangannya menangis atau bersedih. 

4) Putuskan seluruh hubungan dengan pasangan. Sebagian orang akan cepat bangkit dari keterpurukan dengan menutup seluruh akses informasi dan komunikasi dengan mantan dan membiarkan orang lain masuk dalam kehidupannya. Di sisi lain ada orang yang membiarkan dirinya menghadapi kondisi tersebut tanpa menghindar dari segala sesuatu yang terkait dengan mantannya. 

5) Mulai jalin hubungan yang baru. Dengan memulai menjalin hubungan baru dengan orang lain menunjukkan kepada mantan pasangan bahwa anda serius mengakhiri hubungan dengannya, sekaligus mendorong mantan pasangan untuk mencari pengganti yang baru. Waktu akan menyembuhkan segala luka, akan tetapi menjalin hubungan dengan pasangan baru merupakan sebuah alternatif untuk menguatkan anda. 

Dari hasil penelitian yang melibatkan 231 pasangan yang mengakhiri hubungannya, menyatakan bahwa nampaknya perempuan lebih dapat mengendalikan diri lebih baik dibandingkan dengan laki-laki setelah putusnya hubungan. Perempuan lebih kecil kemungkinanannya untuk merasakan depresi, kesendirian, dan ketidakbahagian setelah putus dibandingkan dengan laki-laki.[11]

Ketika hubungan berakhir ada tahapan di mana seseorang akan mengalami keterpurukan, dan beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam menghadapi masa-masa sulit tersebut di antaranya:[12]

a) Mengakui bahwa penderitaan tersebut hanya sementara. Meskipun awalnya akan timbul perasaan yang sangat menyakitkan ketika putus, tanamkan dalam pikiran bahwa hal tersebut tidak akan berlangsung lama. 

b) Fokuskan untuk memikirkan aspek negatif dari mantan pasangan. 

c) Buang semua memori tentang mantan pasangan termasuk menjauhkan atau membuang barang-barang yang mengingatkan anda dengan mantan pasangan. 

d) Hal yang tidak bisa dihindarkan ketika telah mengakhiri hubungan adalah dorongan untuk menghubungi mantan pasangan, baik lewat telepon, sms, ataupun godaan membuka akun media sosial milik mantan. Jangan melakukan hal tersebut, karena cara terbaik untuk melupakannya adalah dengan tidak menghubunginya. 

e) Berinisiatiflah untuk memulai lembaran baru dengan menjalin hubungan baru. Cara terbaik untuk menangkal luka paska putus adalah dengan memulai hubungan baru. 



Waktu Untuk Membuat Komitmen Perkawinan 
Memutuskan kapan waktu yang tepat untuk membuat komitmen perkawinan ternyata berpengaruh terhadap kesuksesan mengarungi biduk perkawinan. Isu-isu yang terkait waktu membuat komitmen perkawinan meliputi: umur, pendidikan, dan karir. 

1. Umur 
Sebagaimana diungkapkan oleh Booth dan Edward bahwa umur pasangan pengantin pada waktu menikah merupakan prediksi kebahagiaan dan kestabilan di masa depan. Orang yang menikah pada awal duapuluhan (22-24) memiliki kesempatan yang tinggi untuk bahagia dan hidup bersama; orang-orang yang menikah pada usia belasan atau yang menikah pada akhir usia duapuluhan (27-29) mempunyai kesempatan tinggi untuk bercerai.[13] Studi lain oleh Maneker and Rankin menemukan bahwa seseorang yang menunda pernikahan pertama hingga usia 30 atau lebih, akan meningkatkan resiko untuk bercerai. Selain itu resiko bagi seseorang yang telat menikah harus mencari pasangan dari kelompok kecil.[14]

2. Pendidikan 
Pendidikan memiliki andil dalam mempengaruhi kebahagiaan dan kestabilan kehidupan rumah tangga yang akan dijalani. Asumsi bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula kesempatan yang lebih baik di sektor ekonomi. Menurut Glick kualitas pendidikan yang baik bagi perempuan akan berpengaruh terhadap kestabilan perkawinan, akan tetapi hal ini tidak berlaku jika tingkat pendidikan isteri lebih tinggi dari suaminya.[15] Pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang dalam memilih pasangan, sehingga pada akhirnya orang yang berpendidikan dalam membangun rumah tangga akan mengedepankan komunikasi yang baik dan memiliki ketrampilan untuk menyelesaikan masalah dengan baik. 

3. Rencana Karir 
Waktu perkawinan juga sangat dipengaruhi oleh rencana karir masa depan seseorang. Beberapa perempuan memilih untuk berkarir dan memiliki kemandirian secara finansial sebelum mereka menikah. Sebagian yang lain memutuskan untuk memilih menikah terlebih dahulu dan mengesampingkan karir. Hal tersebut merupakan dilema yang harus diputuskan bagi setiap individu. 


Pertunangan dan Prediksi Kebahagian Perkawinan 
Proses menentukan pilihan pasangan dan memutuskan untuk berkomitmen menikah dengan pasangan yang sesuai disebut pertunangan. Tahapan ini membawa implikasi pada sebuah hubungan serius, status pasangan berubah menjadi pasangan yang ekslusif, dan membawa implikasi pada persiapan pelaksanaan perkawinan. 

Masa pertunangan merupakan waktu untuk mengenal lebih dekat pasangan dan keluarga masing-masing pasangan. Masing-masing dari individu tidak akan mengenal dengan betul sifat dan karakter sebelum benar-benar tinggal serumah sebagai suami isteri. Oleh karenanya masa ini sangat penting untuk meminimalisir terjadinya keterkejutan ketika telah menikah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tahapan ini di antaranya:[16]

1) Pengujian hubungan. Melakukan pengujian terhadap sebuah hubungan artinya kembali mempertimbangkan aspek-aspek kecocokan pasangan yang telah dijelaskan sebelumnya. Semisal kecocokan dalam aspek ketertarikan pada isu-isu prinsipil. 

2) Mengenali hal-hal sensitif yang mengancam keharmonisan hubungan. Tiga macam hal yang perlu diperhatikan adalah seringnya melanggar komitmen yang telah disepakati bersama, sering berdebat kusir, ketidaksetaraan atau perbedaan dalam aspek pendidikan, ekonomi, dan strata sosial. Perbedaan argumen dan tidak ada kesadaran untuk mengalah merupakan pemicu pertengkaran yang serius bagi pasangan suami isteri. Untuk itu memanfaatkan waktu sebelum menikah untuk meminimalisir perdebatan dan mencari pola penyelesaian masalah sangat dianjurkan. Alasan utama sebagian besar orang melakukan perkawinan adalah karena cinta, namun seiring berjalannya waktu yang mengikis perasaan cinta tentu saja hal yang menempati posisi penting untuk menjaga keharmonisan adalah sikap perhatian dari masing-masing pasangan. 

3) Observasi masa depan perkawinan dari kehidupan keluarga pasangan. Pertunangan sering diartikan sebagai awal berkumpulnya orang tua masing-masing pasangan, maka pada waktu ini calon suami isteri memiliki kesempatan menilai tipe keluarga di mana pasangan dibesarkan dan implikasinya pada pernikahan mereka. Ketika mengunjungi mertua, yang perlu dilakukan adalah mengamati standar hidup mereka, cara mereka berinteraksi satu sama lain, dan sejauh mana pasangan memiliki kesamaan dengan orangtua yang sama jenis kelaminnya. Bagaimana standar hidup mereka dibandingkan dengan keluarga Anda sendiri? Bagaimana kedekatan emosi (jarak) keluarga pasangan anda dibandingkan dengan keluarga anda? Perbandingan tersebut signifikan karena akan mencerminkan lingkungan rumah masing-masing. Jika ingin mengetahui seperti apa pasangan dalam 20 tahun, lihat pada orang tuanya yang sama jenis kelaminnya. Terdapat kecenderungan laki-laki menjadi seperti bapaknya, dan perempuan seperti ibunya. 

4) Jika diperlukan, calon suami isteri dapat mempertimbangan melakukan konseling pranikah. 

Hubungan perkawinan kemungkinan sudah dapat diprediksi tiga hari setelah pelaksanaan perkawinan. Meskipun demikian, seseorang yang merasa telah menemukan pasangan yang cocok, tidak menjamin 100 persen kepuasan dan kebahagiaan dalam perkawinan, karena kebahagiaan dalam perkawinan sejatinya tidak dapat dipastikan. Hal tersebut berdasarkan pada alasan-alasan berikut:[17]

a) Adanya ilusi bahwa pasangan anda adalah pasangan yang sempurna. Sebelum menikah dan tinggal serumah anda menganggap pasangan anda telah memenuhi kriteria sebagai pasangan sempurna yang anda idamkan, namun ketika sudah hidup serumah anda baru mendapati kekurangan yang sebelumnya tidak diketahui. Bagi beberapa orang yang tidak dapat menerima kekurangan tersebut bisa saja memutuskan untuk bercerai. 

b) Deskripsi tentang pasangan sebelum menikah.Terkadang cinta mampu membutakan mata seseorang, semua yang tampak ketika pacaran akan terlihat indah. Seseorang akan berusaha menampakkan kebaikan-kebaikannya dan menyembunyikan kekurangannya, mereka akan berusaha tampil sesempurna mungkin di hadapan pasangannya. Hal tersebut berdampak pada penilaian pasangan terhadap anda. Anda akan dinilai sebagai pribadi yang baik dan sempurna, meskipun pada kenyataannya anda tidak jujur pada diri sendiri. Ketika kebohongan itu terungkap tentu akan menyebabkan kekecewaan pada diri pasangan anda, dampak terburuknya pasangan merasa dibohongi dan memutuskan meninggalkan anda. 

c) Kekangan dalam perkawinan. Alasan lain sulitnya memprediksi kelangsungan kebahagiaan dalam perkawinan adalah kondisi yang berbeda antara masa pacaran ataupun pertunangan dengan kondisi dalam perkawinan. Pada masa pacaran ataupun tunangan seseorang masih mempunyai kebebasan untuk berpaling ataupun memutuskan ikatan, sedangkan dalam perkawinan seseorang tidak dapat seenaknya memutuskan hubungan karena perkawinan merupakan suatu ikatan yang sangat kuat antara dua orang yang memiliki konsekwensi hukum cukup ketat ketika seseorang mengakhirinya. 

d) Menyeimbangkan pekerjaan dan tuntutan dalam perkawinan. Menyelesaikan dua tanggung jawab ini menuntut seseorang untuk dapat membagi waktu dan berkomunikasi dengan baik pada pasangannya. Terlalu fokus pada pekerjaan hingga menghilangkan waktu berbagi dengan keluarga dapat menimbulkan masalah yang serius bagi kebahagiaan keluarga. 

e) Perubahan yang tidak dapat dihindarkan. Perubahan merupakan suatu keniscayaan yang terjadi pada setiap aspek kehidupan. Tidak terkecuali pada pribadi manusia, seseorang saat ini dengan dirinya yang sama sepuluh tahun yang akan datang tentu saja berbeda. Seiring berjalannya waktu seseorang akan banyak berinteraksi dengan segala sesuatu yang baru yang dapat mempengaruhi kepribadiannya, oleh karenanya pasangan suami istri kebahagiannya tidak dapat diprediksi secara pasti dengan adanya perubahan tersebut. 

Uraian di atas menggambarkan bahwa bahagia tidaknya seseorang dalam perkawinan tidak dapat diprediksikan secara akurat. Meskipun demikian memilih pasangan yang cocok merupakan dasar dari kesuksesan perkawinan yang harus dipertimbangkan. Faktor lain yang mempengaruhi kebahagian dalam perkawinan adalah dengan tidak berilusi berlebihan tentang sosok pasangan yang sempurna tanpa cacat, jangan berbohong tentang diri anda pada pasangan, terima konsekwensi dari adanya ikatan perkawinan artinya seseorang sudah tidak dapat berlaku semaunya setelah menikah karena dirinya telah memiliki tanggung jawab baru. Seimbangkan antara urusan pekerjaan dengan tanggung jawab dalam hubungan perkawinan, dan beradaptasilah dengan segala perubahan yang terjadi. 


Kesimpulan 

Memilih pasangan hidup bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan pasangan hidup, di antaranya seperti: kesesuain pandangan ataupun nilai dalam hal-hal yang bersifat prinsip (agama, pendidikan, ekonomi, gaya hidup, dan aktualisasi diri), mempunyai visi yang sama tentang tujuan berkeluarga, kecocokan dalam urusan karir, seks, serta minat yang sama dalam berekreasi juga hal yang perlu dipertimbangkan. 

Komunikasi, fleksibilitas, serta kesesuaian memilih waktu istirahat juga menjadi isu penting dalam memilih pasangan. Dapat mengungkapkan apa yang kita rasakan dan inginkan, bernegosiasi ketika terjadi perbedaan pandangan, juga merupakan hal dasar yang penting dalam memilih pasangan. Fleksibilitas penting karena kehidupan selalu mengalami perubahan. Kecocokan memilih waktu istirahat sebenarnya kurang begitu penting jika dibandingkan dengan kualitas komunikasi yang baik pada pasangan. Komunikasi yang berkualitas akan menjadikan hari-hari lebih hidup, bekerja dan menghabiskan waktu dengan pasangan akan lebih mudah dan menarik dengan adanya komunikasi yang baik. 

Proses pemilihan pasangan terkadang juga berarti memutuskan seseorang untuk menemukan orang lain yang lebih baik. Menyakiti mantan pasangan tentu saja hal yang tidak dapat dihindari sebagai akibat dari proses seleksi tersebut. Akan tetapi menyampaikan alasan yang spesifik, tidak menyalahkan mantan pasangan terhadap akhir dari sebuah hubungan, serta menjalin hubungan baru akan sangat membantu mengobati rasa sakit akibat putus cinta. Ketika seseorang dalam posisi orang yang diputus, pemulihan dapat dilakukan dengan memproyeksikan bahwa penderitaan yang dialaminya hanya bersifat sementara, fokus memikirkan hal-hal negatif yang ada pada mantan, dan berusaha secepatnya menjalin hubungan dengan orang baru. 

Selanjutnya, masa pertunangan merupakan waktu yang tepat untuk mengenal lebih dekat pasangan. Memanfaatkan masa pertunangan dapat dilakukan dengan menguji secara sistemik hubungan yang telah dilalui, menggali lebih dalam informasi tentang keluarga pasangan, ataupun melakukan konseling pranikah. 

Setiap orang pastinya menginginkan kesuksesan dan kebahagian dalam perkawinan yang dilakukannya. Namun, betapapun cocoknya pasangan suami isteri hal tersebut tidak menjamin kebahagiaan perkawinan mereka.Ilusi yang berlebihan tentang sosok pasangan yang sempurna, kebohongan yang dilakukan sebelum melakukan pernikahan, adanya perasaan terkekang dalam perkawinan, serta perubahan yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan seseorang menjadikan prediksi kebahagiaan perkawinan sulit dilakukan. 



DAFTAR PUSTAKA 
Dahlan, Abdul Aziz (ed), Ensiklopedia Hukum Islam. Cet.1. Jakarta: PT Ichtiar Baruvan Hoeve. 1997.Jilid 4. 
Kartono, Kartini.Psikologi Wanita 1: Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Cet. VI Bandung: Mandar Maju. 2006. 
Knock, David.Choices in Relationships: an Introduction to Marriage and the Family.Second edition. New York: West Publishing Company. 1988. 
Mukhtar, Kamal Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang: 1974. 
Nasution, Khairudin. Hukum Perkawinan 1. Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZZAFA, 2004. 
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. 



Footnotes:
[1]Kartini Kartono, Psikologi Wanita 1: Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa, cet. VI, (Bandung: Mandar Maju, 2006), hlm. 198. 
[2]David Knock, Choices in Relationships: an Introduction to Marriage and the Family, second edition, (New York: West Publishing Company, 1988), hlm. 240. 
[3]Ibid,hlm. 10. 
[4]Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1. 
[5]Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedia Hukum Islam, cet.1, (Jakarta: PT Ichtiar Baruvan Hoeve, 1997), jilid 4, hlm. 1329. 
[6]Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang: 1974), hlm. 1. 
[7]Khairudin Nasution, Hukum Perkawinan 1, (Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZZAFA, 2004), hlm. 19. 
[8] Baca David Knock, Choices in Relationships…, hlm. 206-211. 
[9]Ibid., hlm. 214. 
[10] Lebih lengkapnya baca: David Knock, Choices in Relationships…, hlm. 214-216. 
[11]Rubin, L, Inimate Stanger: Men and Women Together, (New York: Harper & Row, 1983) dalam David Knock, Choices in Relationships…, hlm. 216. 
[12]David Knock, Choices in Relationships…, hlm. 217. 
[13]Ibid., hlm. 218. 
[14]Ibid. 
[15]Ibid., hlm. 219. 
[16]Baca David Knock, Choices in Relationships…, hlm. 221-222. 
[17]Ibid., hlm. 231-232.


Penulis:
ANIF RAHMAWATI 
SHAHIBUL ARIFIN 
SILVA RIZKI AMALIA 
SITI MUNA HAYATI 

No comments:

Post a Comment