Wednesday, January 8, 2014

Dana Pensiun dalam Hukum Islam (Tinjauan Ushul Fikih)

Oleh Siti Muna Hayati*
imbalankerja.com
A. Pendahuluan
Dana Pensiun merupakan istilah yang cukup familiar bagi masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena pensiun wajib diberikan oleh perusahaan kepada karyawan maupun pegawainya sesuai dengan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jenis dari Dana Pensiun sangat banyak, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Secara umum, ketika uang tersebut diberikan kepada pegawai yang telah pensiun, memang tidak terlihat adanya masalah. Akan tetapi ketika si pegawai meninggal dan kemudian hak penerimaannya dilimpahkan kepada pihak-pihak sebagaimana yang tertera dalam peraturan, akhirnya muncul pertanyaan mengenai apakah dari segi hukum Islam hak dari dana tersebut dapat digolongkan sebagai harta warisan? Apabila memang dianggap sebagai harta warisan, lantas apakah ketentuan mengenai ahli waris penerima hak pensiun sudah sejalan dengan hukum Islam?

Dalam makalah ini, penulis akan meneliti Dana Pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang dikelola oleh PT Taspen. Adapun kerangka teoritik yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas adalah konsep perjenjangan norma-norma hukum Islam. Menurut Syamsul Anwar, hukum Islam terdiri atas norma-norma berjenjang (berlapis). Norma-norma tersebut terbagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu (1) nilai-nilai dasar atau norma-norma filosofis (al-qiya>m al-asa>siyyah); (2) asas-asas umum (al-us}u>l al-kulliyyah); dan (3) peraturan-peraturan hukum konkret (al-ah}ka>m al-far’iyyah).[1] Nilai-nilai dasar hukum Islam adalah nilai-nilai dasar agama Islam itu sendiri, karena hukum Islam berlandaskan kepada nilai-nilai dasar Islam. Dalam al-Qur’a>>n banyak ditemukan nilai-nilai dasar Islam, baik secara implisit maupun eksplisit, seperti tauhid, keadilan, persamaan, kebebasan, dan sebagainya. Dari nilai-nilai dasar itu kemudian diturunkan asas-asas umum hukum Islam, dan dari asas umum diturunkan peraturan hukum konkret. Dengan kata lain, suatu peraturan hukum konkret berlandaskan kepada asas umum, dan asas umum berlandaskan kepada nilai dasar.[2]


Teori perjenjangan norma ini dapat menjadi jalan keluar bagi kebuntuan yang terjadi. Selama ini umat muslim selalu mencari jawaban yang konkret dalam nas}, yaitu al-Qur’a>n dan hadis, ketika mengalami masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Padahal, masalah-masalah yang terjadi semakin berkembang dan semakin kompleks sedangkan jumlah nas} tidak akan pernah bertambah lagi. Dengan mempertimbangkan pendekatan pertingkatan norma tersebut untuk menggali asas-asas dasar dalam nas}, maka akan lebih mudah dalam merespon berbagai perkembangan masyarakat dari sudut hukum Islam. Hal ini sejalan dengan pendapat Imam Syat}ibi yang menyatakan bahwa menggali hukum tidak harus dari nas} yang secara langsung menyebutkan kasus tersebut, karena jumlah nas} sangat terbatas sedangkan jumlah masalah baru yang muncul tidak terhitung. Oleh karena itu, penggalian hukum dapat dilakukan dengan cara menemukan semangat dari beberapa nas}, atau yang disebut dengan teori istiqra>’.[3]


B. Gambaran Umum tentang Dana Pensiun
Pensiun secara umum diartikan sebagai uang tunjangan yang diterima tiap-tiap bulan oleh karyawan sesudah ia berhenti bekerja, atau oleh isteri (suami) dan anak-anak yang belum dewasa jika karyawan tersebut meninggal dunia.[4] Menurut Ralph Estes, pensiun adalah dana yang secara khusus dihimpun dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada peserta ketika mencapai usia pensiun (retirement), cacat (disability) atau meninggal dunia (death). Dana tersebut dikelola oleh trust, badan khusus sejenis lembaga keuangan atau perusahaan asuransi yang dibentuk untuk mengelola Dana Pensiun.[5] Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad dan Rita Muniarti, pensiun adalah dana yang secara khusus dihimpun dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada peserta ketika mencapai usia pensiun, mengalami cacat atau meninggal dunia.[6]


Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Dana Pensiun terbagi kepada dua jenis, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).[7] Jenis Dana Pensiun yang pertama, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja, didirikan oleh pemberi kerja, baik yang sifatnya swasta maupun negeri. Berdasarkan Pasal 29 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, kekayaan dari jenis Dana Pensiun ini dihimpun dari empat sumber, yaitu iuran pemberi kerja; iuran peserta; hasil investasi, dan; pengalihan dari Dana Pensiun lain. Adapun Dana Pensiun Lembaga Keuangan didirikan oleh lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan manfaat pensiun kepada siapapun yang berminat, sehingga sumber dana dari jenis Dana Pensiun ini adalah dari para peserta pensiun itu sendiri.[8]


Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) di Indonesia dilaksanakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta. Pelaksana Dana Pensiun pemerintah di Indonesia antara lain Jamsostek, yaitu suatu program kontribusi tetap wajib untuk karyawan swasta dan BUMN di bawah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun, Departemen Keuangan memegang peranan dalam pengawasannya (UU No. 3/1992). Pelaksana Dana Pensiun pemerintah yang lainnya adalah PT Taspen, yaitu tabungan pensiun Pegawai Negeri Sipil dan program pensiun swasta yang diberikan tanggung jawab oleh Departemen Keuangan (Keputusan Presiden No. 8/1997). Pelaksana selanjutnya adalah ASABRI yang mengatur Dana Pensiun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Lembaga ini berada di bawah Departemen Pertahanan (Kepres No. 8/1977). Ketiga program ini diatur melalui ketentuan hukum yang berbeda-beda. Adapun untuk Dana Pensiun swasta di Indonesia, diatur oleh Undang-undang Dana Pensiun No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) juga cukup familiar di Indonesia. Ada yang dikelola oleh organisasi kemasyarakatan seperti Dana Pensiun Muhammadiyah, maupun yang dikelola oleh pihak-pihak lain seperti AIA Financial, Astra, dan lainnya.


Dilihat dari sudut pandang penyelenggara, program Dana Pensiun merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawab moral terhadap karyawan untuk menjamin penghasilan mereka setelah pensiun dan tidak lagi produktif. Adalah suatu tuntutan etis bahwa suatu perusahaan atau amal usaha seharusnya tidak melepas karyawannya begitu saja. Mereka harus diberi jaminan ekonomis dan rasa aman dalam menghadapi ketidakpastian masa depan pada saat pensiun. Oleh karena itu, menjadi kewajiban moral bagi perusahaan atau amal usaha untuk mengikutsertakan atau membentuk sendiri Dana Pensiun bagi karyawannya. Sedangkan dari sudut pandang peserta, program Dana Pensiun merupakan suatu perlindungan dan rasa aman dalam menghadapi masa purna karya. Hal ini tentunya dapat meningkatkan komitmen dan kinerja sehingga mereka lebih produktif.[9]


Ada beberapa fungsi yang terkandung dalam program Dana Pensiun, yaitu sebagai (1) asuransi, yang terlihat dalam hal peserta meninggal dunia atau mengalami cacat sebelum mencapai usia pensiun. Dana Pensiun tersebut dikategorikan sebagai jenis asuransi sosial[10]; (2) sebagai tabungan, karena dana yang dihimpun dari iuran peserta akhirnya akan diberikan kepada peserta itu kembali di kemudian hari; dan (3) sebagai pensiun yang akan dibayarkan kepada peserta yang pensiun atau yang berhak menerimanya secara berkala setelah memasuki usia pensiun.[11]


C. Dana Pensiun PNS

1. PT TASPEN sebagai Pengelola Dana Pensiun PNS 
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, pegawai negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[12]


Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat adalah salah satu unsur penting dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, khususnya dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan nasional. Pemberian pensiun oleh pemerintah kepada PNS dapat memberikan motivasi bagi mereka untuk lebih giat bekerja dan memberikan kepastian penghasilan di masa datang. Dengan adanya program pensiun maka mereka akan merasa aman, terutama bagi mereka yang beranggapan tidak mungkin produktif lagi pada usia pensiun.


PT Taspen (Persero) adalah suatu Badan Usaha Milik Negara yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan Program Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, yaitu suatu asuransi yang memberikan jaminan keuangan bagi peserta yang diterima pada saat yang bersangkutan berhenti karena pensiun, yang terdiri dari Program Uang Pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tabungan Hari Tua (THT). PT Taspen didirikan berdasarkan hasil konferensi di Jakarta pada tanggal 25-26 Juli 1960 yang diikuti oleh seluruh kepala urusan kepegawaian dari seluruh Departemen yang ada di Indonesia.[13]


2. Kepesertaan dan Iuran Pensiun 
Kepesertaan pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdiri dari:

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat;
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pusat adalah PNS yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, instansi vertikal di Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas Negara lainnya.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah;
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah adalah PNS Daerah Provinsi/Kabupaten/Kotamadya yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau dipekerjakan diluar instansi induknya. Kepesertaan pada program pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pejabat Negara bersifat wajib.[14]


Kepesertaan Pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dimulai sejak yang bersangkutan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sampai dengan yang bersangkutan diberhentikan karena mencapai batas usia pensiun (BUP), ataupun belum mencapai BUP tetapi telah memenuhi syarat-syarat pensiun atau meninggal dunia.[15]


Pendanaan program pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pejabat Negara untuk pembayaran manfaat pensiun masih menganut pola pendanaan “pay as you go”, bukan sistem pendanaan (founded system). Adapun besar iuran pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pejabat Negara adalah sebesar 4,75% (empat koma tujuh puluh lima persen) dari penghasilan setiap bulannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[16]


3. Ketentuan Pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Sesuai Pasal 16, 18 dan 20 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, apabila Pegawai Negeri Sipil (PNS) meninggal dunia maka isteri (isteri-isteri) untuk PNS pria atau suami untuk PNS wanita, atau anak-anak PNS atau orang tua PNS berhak menerima pensiun janda/duda. Penerimaan pensiun tersebut memiliki ketentuan sebagai berikut:

a. Janda/Duda
Hak atas pensiun janda/duda berakhir jika janda/duda menikah lagi. Hak atas pensiun janda/duda muncul kembali bilamana janda/duda tersebut bercerai kembali.[17]

b. Anak 
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia, sedang ia tidak mempunyai istri/suami lagi yang berhak, maka pensiun diberikan kepada anak sampai dengan yang bersangkutan berusia 25 (dua puluh lima) tahun dengan syarat: tidak mempunyai penghasilan; atau belum menikah; atau masih sekolah/kuliah.


c. Orang Tua
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil meninggal dan tidak mempuyai isteri/suami atau anak, maka pensiun janda/duda diberikan kepada orang tua yang bersangkutan.[18]


Pensiun janda/duda diberikan mulai bulan berikutnya setelah pegawai/penerima pensiun meninggal dunia. Sedangkan Pemberian pensiun janda/duda berakhir pada akhir bulan ketika: janda/duda yang bersangkutan meninggal dunia; atau tidak lagi terdapat anak yang memenuhi syarat-syarat untuk menerimanya.[19]


C. Dana Pensiun Pegawai Negeri Sipil dalam Perspektif Hukum Islam

1. Tinjauan terhadap Uang Pensiun PNS Sebagai Bagian dari Harta Warisan
Pewarisan (al-miras) menurut istilah dalam ilmu fara>id} bermakna perpindahan milik atas harta peninggalan mayat kepada ahli waris yang masih hidup ketika mayat meninggal, baik berupa harta atau berupa hak yang bernilai ekonomi menurut syari’at.[20] Pengertian tersebut menunjukkan bahwa tidak hanya harta yang berbentuk riil yang termasuk ke dalam harta warisan, akan tetapi juga hak yang bernilai ekonomi. Berdasarkan hal ini, uang pensiun merupakan hak dari PNS yang bersangkutan, yang artinya uang tersebut adalah harta kekayaannya, sehingga tentu saja termasuk ke dalam kategori harta warisan. 


2. Tinjauan terhadap Kebolehan Dana Pensiun Pegawai Negeri Sipil
Dana Pensiun merupakan suatu peristiwa yang baru yang tidak terdapat pada masa awal Islam, sehingga tidak ada nas} yang mengaturnya secara eksplisit. Sekalipun tidak menyebutkan secara langsung, akan tetapi Islam mengajarkan adanya konsep hari esok dan pentingnya mempersiapkan diri sebelum datangnya masa tersebut.[21] Di dalam surat Luqman ayat 34 dijelaskan bahwa salah satu sifat dari hari esok adalah ketidakpastian, karena manusia pada dasarnya tidak dapat mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi di masa depan.

"...dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”


Oleh karena masa depan penuh dengan ketidakpastian, maka seseorang harus menyiapkan bekal untuk menghadapi hari esok. Ketika seseorang tidak mempersiapkan masa depannya, maka kemungkinan besar ia akan mengalami hari tua yang berat dan penuh penderitaan. Hal ini ditegaskan pula dalam surat al-H{asyr ayat 18:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”


Salah satu bagian dari hari esok adalah hari tua (al-Khiba>r) di mana produktifitas seseorang akan mengalami penurunan, atau bahkan menjadi tidak produktif sama sekali. Di dalam al-Qur’a>>n dan hadis terdapat beberapa rujukan tentang hari tua, yang semuanya menunjukkan bahwa hari tua akan menjadi masa yang penuh keprihatinan apabila tidak dipersiapkan sebelumnya.[22] Dalam surat al-Baqarah ayat 266, Allah Swt. menggambarkan hari tua dengan beban tanggungan yang berat dan tanpa jaminan ekonomi sebagai hari yang penuh kerugian dan penderitaan:

“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dia mempunyai segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.”


Salah satu bekal yang harus dipersiapkan untuk menghadapi hari tua adalah pemenuhan kebutuhan ekonomi, hal ini dapat dipahami dalam firman Allah surat Quraisy ayat 3-4 yang berbunyi:

"Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”


Penyebutan sifat Allah sebagai tuhan yang membebaskan dari rasa lapar dan mengamankan dari rasa takut menunjukkan pentingnya hal tersebut dalam kehidupan manusia. Apabila ajaran Islam tentang pentingnya pemenuhan rasa aman dan dan jaminan ekonomi dihubungkan dengan anjuran untuk mempersiapkan masa depan, maka dapat disimpulkan bahwa penyediaan rasa aman dan pemberian jaminan ekonomi bagi orang-orang yang berada dalam usia tua merupakan salah satu asas pokok ajaran Islam.[23]


3. Tinjauan terhadap Pemberian Hak Penerima Dana Pensiun kepada Janda/Dua, Anak dan Orang Tua
Berdasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw., harta yang ditinggalkan oleh mayit (harta warisan) akan menjadi hak bagi para ahli warisnya.[24] Dalam hukum waris Islam, ahli waris (al-wa>ris), yakni orang yang berhak memperoleh pembagian harta warisan mayit karena mempunyai satu dari tiga sebab, diantaranya adalah adanya ikatan nasab (darah/kekerabatan/keturunan), ikatan perkawinan, ataupun ikatan wala>’ (memerdekakan hamba sahaya).[25] Mengenai penyebab mendapatkan harta warisan, ketentuan penerima uang pensiun sejalan dengan hukum kewarisan Islam, yaitu karena ikatan nasab dan ikatan perkawinan. Adapun ahli waris utama terdiri dari 5 (lima) pihak, yaitu janda/duda, ibu, bapak, anak laki-laki dan anak perempuan. Keberadaan salah satu pihak tidak menjadi penghalang bagi pihak untuk menerima waris. Dengan kata lain, mereka secara bersama akan menerima waris dengan bagian yang telah ditentukan. Selanjutnya, para ahli waris dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu z}|awil furu>d}, ‘as}a>bah dan z|awil arh}a>m.[26]


Berbeda dengan apa yang diatur dalam hukum fara>’id}, dalam menentukan penerima uang pensiun janda/duda PNS, UU No. 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai menjelaskan bahwa penerima resmi pensiun adalah janda/duda, anak atau orang tua. Ketentuan ini sekaligus menentukan tingkatan paling berhak dalam menerima pensiun terlebih dahulu yaitu janda/duda sebelum anak. Begitu pula anak berhak menerima sebelum orang tua.


Ketentuan tentang penentuan ahli waris penerima uang pensiun PNS tersebut memang terlihat sejalan dengan hukum kewarisan Islam, akan tetapi ada pembatasan ahli waris yang hanya sebatas janda/duda, anak dan orang tua. Mengenai urutan penerimaan uang pensiun PNS secara bergiliran, tentu akan menyebabkan salah satu ahli waris akan menerima seluruh uang pensiun dan menghalangi ahli waris lainnya untuk mendapatkan uang pesiun tersebut, yang mana seharusnya dalam hukum kewarisan Islam diwarisi secara bersama-sama sesuai bagian masing-masing, bukan dimiliki secara kolektif.


Hal ini juga tidak sesuai dengan salah satu asas hukum kewarisan Islam, yaitu asas individual yang berarti setiap ahli waris (secara individual) berhak atas bagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahli waris lainnya sebagaimana tercantum dalam firman Allah surat an-Nisa>’ (4) ayat 7 yang berbunyi :

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيباً مَفْرُوضاً 

Artinya :“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” 


Apabila dilihat dari hukum kewarisan dalam Islam, maka ketentuan pelimpahan hak Dana Pensiun PNS yang terbatas hanya bagi janda/duda, anak serta orang tua berdasarkan tingkatan keutamaan memang terlihat tidak sesuai. Akan tetapi, ada beberapa pertimbangan lain yang harus diperhatikan, di antaranya adalah adanya kewajiban bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya yang tercantum dalam al-Qur’a>>n surat al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi:

 …”dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf…”

Ayat tersebut menyatakan bahwa seorang ayah (suami) wajib memenuhi kebutuhan makanan dan pakaian bagi ibu (istri). Akan tetapi, tentunya kewajiban ini tidak terbatas bagi suami saja karena berdasarkan surat al-Thala>q ayat 7 seseorang yang mampu, baik suami maupun isteri, harus memberikan nafkah bagi keluarganya.

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya…”

Ketika pihak yang mencari nafkah meninggal, dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil, maka tentunya pemenuhan kebutuhan nafkah keluarga akan terganggu, padahal Allah sendiri berfirman dalam al-Qur’a>>n surat al-Nisa>’ ayat 9 bahwa sangat penting meninggalkan keluarga dalam keadaan berkecukupan. 

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka…”


Besarnya perhatian terhadap pentingnya meninggalkan keluarga dalam keadaan berkecukupan juga tercantum dalam hadis Nabi Muhammad Saw. yang redaksinya sebagai berikut:

وَعَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ, أَنَا ذُوْ مَالٍ, وَلاَ يَرْثُنِيْ إِلاَّ ابْنَةٌ لِي وَاحِدَةٌ, أَفَأَتَصَدَّقُ بْثُلُثَيْ مَالِي؟ قَالَ: لاَ, قُلْتُ: أَفَأَتَصَدَّقُ بِشَطْرِهِ؟ قَالَ: لاَ, قُلْتُ أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثِهِ؟ قَالَ: اَلثُّلُثُ, وَالثُّلُثُ كَثِيْرٌ, إِنَّكَ إِنْ تَذَرْ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُوْنَ النَّاسَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Artinya: “Dari Sa’d bin Abi> Waqqa<s} r.a beliau berkata: Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya orang yang mempunyai harta yang banyak (kaya) dan tidak ada orang yang mewarisi saya kecuali seorang anak perempuan. Apakah saya sedekahkan dua pertiga hartaku? Nabi menjawab: Jangan! Lalu saya bertanya lagi, apakah saya sedekahkan separuhnya? Beliau menjawab: Jangan! Saya bertanya lagi, apakah saya sedekahkan sepertiganya? Beliau bersabda: Sepertiga. Sepertiga itu banyak. Sesungguhnya kamu tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan melarat yang akan meminta-minta kepada orang (Muttafaq ‘Alaih),


Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian hak Dana Pensiun PNS kepada janda/duda, anak atau orang tua dari PNS tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini merupakan suatu tindakan konkretisasi terhadap asas perlindungan masa depan keluarga yang ditinggalkan.[27] Sekalipun sedikit bertentangan dengan nas{ yang terdiri dari al-Qur’a>n surat al-Nisa>’ ayat 11-14 mengenai pihak-pihak yang berhak mendapatkan harta warisan dan hadis Nabi Muhammad Saw. yang menjelaskan tentang keharusan membagikan harta warisan kepada para ahli waris, akan tetapi asas umum hukum Islam yang berkenaan dengan perlindungan masa depan keluarga yang ditinggalkan ini dapat mentakhs{i>s{ nas} tersebut.[28]


D. Penutup
Pensiun untuk PNS di Indonesia ditangani oleh PT Taspen. Kepesertaan PNS dimulai sejak yang bersangkutan diangkat sebagai (PNS) sampai dengan yang bersangkutan diberhentikan karena mencapai batas usia pensiun (BUP), ataupun belum mencapai BUP tetapi telah telah memenuhi syarat-syarat pensiun atau meninggal dunia. Adapun besar iuran pensiun PNS dan Pejabat Negara adalah sebesar 4,75% dari penghasilan setiap bulannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila PNS tersebut meninggal dunia, maka janda/duda atau anak-anak atau orang tua PNS yang bersangkutan berhak menerima pensiun janda/duda.

Uang pensiun PNS, apabila ditinjau dari pengertian istilah pewarisan (al-mi>ra>s|) dalam ilmu fara>idh serta hadis Nabi Muhammad Saw., maka uang tersebut termasuk ke dalam harta warisan. Adapun mengenai keikutsertaan seorang PNS ke dalam program Dana Pensiun ini hukumnya boleh, karena program ini merupakan konkretisasi dari salah satu asas dalam ajaran Islam, yaitu jaminan kehidupan di masa tua. Adapun mengenai pemberian hak pensiun kepada janda/duda, anak ataupun orang tua dari PNS tersebut hukumnya boleh karena merupakan tindakan konkretisasi terhadap asas perlindungan masa depan keluarga yang ditinggalkan.


DAFTAR PUSTAKA
----------------------------------
Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah; Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007

______________, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: RM Books, 2007 

Sa>biq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Da>r al-Fikr, 2006

Salman, Otje, Hukum Waris Islam, Bandung: Refika Aditama, 2002

Syarkun, Syuhada, Ilmu Fara>id, Jombang: Pelita, 2008

Wahab, Zulaini, Dana Pensiun dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001

Wirdyaningsih. et. al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998

Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian

Bani Cheno, “Dana Pensiun Syariah”http://bani-cheno.blogspot.com/2013/04/dana-pensiun-syariah.html

http://fe.manajemen.unila.ac.id/~perkuliahan/bahanajar/Bank%20Dan%20Lembaga%20Keuangan%20Lainnya/DANA%20PENSIUN.ppt

http://www.taspen.com/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=66




Endnotes
----------------------------------------
[1] Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah; Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 12. 
[2]Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: RM Books, 2007), hlm. 37-38. 
[3] Prof. Syamsul Anwar, penjelasan dalam diskusi kelas pada mata kuliah Ushul Fiqh pada hari Kamis 7 November 2013 di ruang 303 Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 
[4] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 850. 
[5]http://fe.manajemen.unila.ac.id/~perkuliahan/bahanajar/Bank%20Dan%20Lembaga%20Keuangan%20Lainnya/DANA%20PENSIUN.ppt. 
[6]Bani Cheno, “Dana Pensiun Syariah”http://bani-cheno.blogspot.com/2013/04/dana-pensiun-syariah.html, diakses pada 31 Oktober 2013. 
[7] Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 
[8] Prof. Syamsul Anwar, penjelasan dalam diskusi kelas pada mata kuliah Ushul Fiqh pada hari Kamis 7 November 2013 di ruang 303 Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 
[9]Anwar, Studi…, hlm. 211-212. 
[10]Wirdyaningsih. et. al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 245. 
[11]Anwar, Studi…, hlm. 212. 
[12] Pasal 1 ayat (1), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. 
[13]http://www.taspen.com/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=66, diakses pada tanggal 6 September 2013. 
[14] Penjelasan pasal 2 ayat (2) huruf a dan b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 
[15] Zulaini Wahab, Dana Pensiun dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 104-105. 
[16] Ibid., hlm. 107-108. 
[17] Ibid., hlm. 111. 
[18] Ibid., hlm. 112. 
[19] Pasal 25, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai. 
[20] Syuhada Syarkun, Ilmu Fara>id (Jombang: Pelita, 2008), hlm. 11. 
[21] Anwar, Studi…, hlm. 218. 
[22] Ibid., hlm. 219. 
[23] Ibid., hlm. 221. 
[24] قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَرَكَ مَالاً فَلِوَرَثَتِهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِي) 
[25] Sayyid Sa>biq, Fiqh al-Sunnah (Beirut: Da>r al-Fikr, 2006), 1005. 
[26] Otje Salman, Hukum Waris Islam (Bandung: Refika Aditama, 2002), 53. 
[27] Anwar, Studi…, hlm. 227. 
[28] Prof. Syamsul Anwar, penjelasan dalam diskusi kelas pada mata kuliah Ushul Fiqh pada hari Kamis 7 November 2013 di ruang 303 Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

* Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Prodi Hukum Islam Konsentrasi Hukum Keluarga 2012

No comments:

Post a Comment