Friday, November 16, 2012

Going Global: Menuju Pasar Bebas ASEAN 2015



Tahun 2015 Asean akan makin bersatu dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Ada tantangan dan peluang.

KTT Asean ke-20 sudah selesai dilaksanakan di Kamboja 3-4 April 2012. KTT Asean dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja.


Salah satu kesepakatan penting yang akan mempengaruhi hajat hidup rakyat Indonesia adalah makin mengerucutnya persiapan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean 2015, yakni masyarakat politik-keamanan, ekonomi dan sosio kultural budaya. 


Empat tahun lagi kita akan menyaksikan barang-barang dan jasa dari berbagai negara di Asean dengan mudah bisa ditemui di Indonesia. Demikian pula barang-barang dan jasa milik Indonesia bisa beredar dengan bebas di sepuluh negara Asean.


Ini bukan impian, sebab melalui Bali Concord II tahun 2003 pemimpin negara Asean telah sepakat berlakunya Asean Community 2015. Komunitas ASEAN memiliki tiga pilar utama yaitu komunitas politik dan keamanan, ekonomi, dan sosiokultural harus terbentuk pada 2015.


Membayangkan Asean sebagai kawasan pasar tunggal dan basis produksi adalah tantangan sekaligus peluang. Kesepakatan para pemimpin Asean bukan tidak mungkin tidak dapat dilaksanakan di Indonesia jika elemen masyarakat di Indonesia menolaknya. 


Masih teringat dengan penolakan elit dan rakyat Indonesia sewaktu menolak kesepakatan Kawasan Perdagangan Bebas Asean-China (FTA Asean-China). Kesepakatan yang dicapai 2003 dan berlaku mulai 2010 itu ramai-ramai ditolak DPR, pengusaha dan buruh. 

Selama tujuan tahun sejak disepakati, tampaknya sosialisasi kesepakatan nyaris tidak optimal dilakukan. Elit politik dan ekonomi dalam negeri, serta merta ramai-ramai menolak dan meminta penundaan. Elemen dalam negeri kuatir Indonesia hanya jadi pasar produksi China. 


Kekuatiran ini bukan tak beralasan, sebab neraca perdangan Indonesia-China memang terjun bebas. Defisit cukup besar terjadi, yang artinya menggerus devisa kita. Sebagai gambaran defisit neraca perdagangan non migas RI-China pada 2010 adalah sebesar US$ 5,6 Miliar, naik dari US$ 4,6 miliar pada 2009 saat krisis global. Namun dibandingkan dengan periode prakrisis 2008 yang defisit US$ 7,2 miliar, defisit pascakrisis 2010 turun signifikan.


Berkurangnya defisit perdagangan tahun itu adalah karena pertumbuhan ekspor nonmigas RI ke China lebih tinggi daripada pertumbuhan impor nonmigas. Pada 2010 ekspor nonmigas RI ke China US$14,1 miliar, naik 58% dibandingkan dengan 2009. Impor Indonesia dari China naik 46% mencapai US$19,7 miliar.


Padahal kedua RI dan China telah sepakat agar volume perdagangan kedua negara tidak saja mencapai US$50 miliar pada 2014, tapi juga lebih berimbang dan saling menguntungkan.


Kebalikan dengan kondisi nonmigas, neraca perdagangan migas yang pada 2008 surplus US$3,6 miliar, turun hanya surplus US$0,9 miliar pada 2010. Itu disebabkan oleh ekspor migas RI ke China yang US$3,8 miliar pada 2008, turun ke US$0,7 miliar pada 2010. Turunnya surplus neraca migas membuat neraca perdagangan RI-China untuk keseluruhan produk tetap naik dari US$3,6 miliar pada 2008 jadi US$4,7 miliar pada 2010.


Pesatnya kenaikan ekspor nonmigas ke China membuat peningkatan pangsa pasar China sebagai tujuan ekspor Indonesia dari hanya 6% pada 2005 menjadi 11% pada 2010.
Kekuatiran sejumlah kalangan adalah bertumpu pada bagaimana keamanan pasar dalam negeri. Proteksi pasar, itu yang diinginkan pasar dalam negeri. Padahal dalam era perdagangan bebas kata kuncinya sebetulnya daya saing ekonomi produk-produk Indonesia.


Sadar akan potensi penolakan, Wakil Presiden RI, Boediono menyatakan seharusnya Indonesia tidak perlu kuatir. " Harusnya Indonesia tidak perlu kuatir akan menjadi pasar barang. Kita harus pandai -pandai mengelola ini. Ini pilihan sekaligus risiko. Ini pilihan tanpa menutup risiko. Saya yakin kita bisa karena pasar kita cukup luas, industri kita seharusnya mampu menguasai pasar, intinya masalahnya kita sendiri, ekonomi, industri jadi tuan rumah di negara kita," kata Boediono di sela-sela KTT Asean di Kamboja.


Melebihi Mimpi Saat Asean Didirikan

Perkembangan Asean sekarang sudah jauh lebih maju dibanding saat pendirian Asean pada tahun 1967. Tahun 1967 Asean hanyalah asosiasi yang sangat longgar dan bertumpu pada negara. Malah pada awalnya hanya mainan para diplomat dan pejabat kementerian luar negeri. Baru setelah tahun 1991, setelah era perang dingin berakhir, seiring munculnya blok ekonomi di Eropa, blok ekonomi bekas koloni negara komunis. Asean mulai bicara kerjasama ekonomi.


"Asean baru berpikir kalau masih berserakan akan kehilangan daya saing," ujar Dewi Fortuna Anwar, Deputi Politik Sekretariat Wakil Presiden RI kepada Beritasatu.com.


Ada dua tantangan besar dalam membangun Asean Community 2015. Pertama, jurang horizontal antara negara dengan kelas ekonomi maju dan yang masih menengah dan maju. Kedua, jurang vertikal antara negara yang demokratis liberal dan masih otoriter. Bagaimana kita membangun komunitas kalau nilai-nilai yang menjadi pengikat berbeda dan taraf kehidupan berbeda.


Bagi Indonesia sendiri 2015 adalah saat kita menjawab sejauh mana Asean mampu menguntungkan ekonomi Indonesia. "Indonesia terbesar Asean, namun seperti kata mendiang Hadi Soesatro: Asean itu terlalu kecil jadi taplak meja, tapi kebesaran untuk sapu tangan. Untuk Indonesia Asean terlalu kecil dalam konteks ekonomi, tapi di Asean ada 500 juta orang," ujar Dewi.


Kesepakatan pemerintah dengan negara Asean lainnya acapkali dikritik karena kesepakatan regional yang berdampak hajat hidup orang banyak itu seharusnya melakukan sosialisasi dan persiapan memadai. Contohnya penolakan FTA Asean 2003 yang berlaku 2010. Selama tujuh tahun nyaris tak ada perbincangan di dalam negeri untuk implikasi pertanian, UKM, inflasi. Persiapan legislasi, institusi. Publik Indonesia baru meributkan ketika mau dilaksanakan.


Yang kita butuhkan sekarang dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 adalah menyelesaikan pekerjaan rumah bersama-sama. Pemerintah perlu menyosialisasikan rencana aksi menghadapi tantangan regional. Kerjasama antar negara menjadi tak ada artinya bila masyarakat tak terlibat.



-------------------------------

Kita saat ini menikmati fasilitas dunia tanpa batas. Tidak ada batasan informasi, tidak ada batasan budaya, dan tidak ada batasan hambatan perdagangan. Apa yang akan terjadi jika Pasar Bebas ASEAN diberlakukan? Tentunya akan menguntungkan bagi para pengusaha Indonesia yang orientasi produknya adalah ekspor, karena tidak akan ada hambatan tarif untuk masuk ke negeri orang di lingkungan negara2 ASEAN, sehingga produk mereka akan lebih mudah bersaing dengan produk lokal dari segi harga. Namun hal ini tentunya harus diwaspadai oleh pengusaha domestik yang mengandalkan pemasaran produknya didalam negeri, karena akan masuk produk2 dari luar negeri tanpa hambatan tarif, sehingga harganya akan menjadi murah. Sehingga jika produk buatan dalam negeri kualitasnya standar saja dengan harga yang sama, maka orang cenderung akan membeli produk dari luar negeri.


Jika hal ini berlanjut, tentunya akan memberikan dampak negatif bagi pengusaha lokal Indonesia. Untuk itu, mulai dari sekarang para pengusaha lokal tersebut sudah harus bersiap, baik dari segi mutu produk serta mekanisme sistem manajemen diorganisasinya, sehingga produk yang dihasilkan akan dapat dipertahankan mutunya bahkan ditingkatkan dari waktu kewaktu.


Bagi pengusaha ekspor, jangan menarik napas lega dahulu, karena persaingan tidaklah dari segi harga saja, melainkan dari segi mutu barang, strategi distribusi, strategi produksi untuk dapat selalu menjamin ketersediaaan produk serta faktor2 lainnya, sehingga bersama sama dengan pengusaha orientasi lokal, harus tetap mempersiapkan diri dan organisasinya dari sekarang. Bagaimana dampaknya bagi tenaga kerja Indonesia? Tentunya bagi TKI yang keluar negeri, tidak begitu besar pengaruhnya, namun bagi tenaga kerja lokal, tentu akan berdampak besar, karena akan banyak mengalir masuk tentunya tenaga kerja2 luar negeri yang tentunya dengan kompetensi yang mumpuni dengan kemampuan bahasa Inggris yang baikserta kemungkinan besar juga sudah dipersiapkan untuk bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.


Jadi, jika tenaga kerja lokal masih mengandalkan kemampuan dan kompetensi yang standar saja, maka tentu saja akan kalah bersaing dengan para pesaing dari luar negeri tersebut. Dan sebagai tambahan, pengusaha dari luar negeri lebih mempercayai sertifikat kompetensi daripada ijazah SMU atau perguruan tinggi dari tenaga kerja lokal Indonesia. Kenapa demikian? Maksudnya, mereka tentu akan tetap mengharagai ijazah sarjana, namun kalau dari segi skill dan kemampuan, mereka tetap akan melihat kompetensi yang diambil lewat kursus atau pelatihan karena memang biasanya, tenagak kerja lulusan perguruan tinggi rata rata tidak siap kerja. Jadi bagi tenaga kerja lokal, sudah harus mempersiapkan diri dengan kemampuan bahasa Inggris yang baik, kemampuan mengolah komputer yang standar serta skill kompetensi lainnya terutama keahlian dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang tentunya akan menjadi standar atau acuan dasar untuk melihat kemampuan tenaga kerja lokal. Sehingga disarankan para pekerja lokal Indonesia untuk melengkapi diri dengan kursus2 dan pelatihan2 tambahan tersebut. 


Mari kita semua mempersiapkan diri untuk Pasar Bebas ASEAN 2015. memang masih lama dari ukuran wkatu, namun jika lebih waspada, waktu dua dan tiga tahun tidaklah berlebih untuk mempersiapkan diri dan organisasi anda. Jadi mulailah dari saat ini juga.

--------------------------------------------------------


Dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment