Thursday, November 22, 2012

Representasi Emosi dalam Lirik Lagu Pop Indonesia

Hokky Situngkir
Adapted for Web by Ahmad Afandi

Studi kasus Lagu‐lagu Pop Indonesia Terbaik 1956‐2008 


Tentu bukan rahasia lagi bahwa ada stimulus emosi dalam lagu‐lagu yang didendangkan dan membuat masyarakat berdendang. Justru sebuah lagu semakin baik jika bisa meng‐eksploitasi emosionalitas pendengarnya. Kajian kompleksitas menunjukkan bahwa studi akan lagu dan musik menunjukkan adanya efek “putaran” emosional dalam sebuah lagu yang membuat sebuah lagu, apapun genre‐nya, memberi karakteristik emosionalnya.
Industri media massa dan budaya populer tentu memerlukan pemahaman yang mendalam terkait hal ini, itu sebabnya banyak kritik ditujukan pada berbagai tycoon bisnis entertainment yang mampu merebut hati kaum muda, dalam hal selera estetis, dalam hal ini tentu musik dan lagu. 


Sebuah lagu yang telah populer di suatu masa, tentu merupakan lagu yang berhasil merebut sisi perasaan hati dari kolektivitas masyarakat, namun juga dalam umpan balik negatif, memberikan pengaruh pula bagi sistem sosial yang ada untuk ikut “terlarut” secara emosional atas lagu tersebut. Sebagaimana didiskusikan pada, sebuah lagu sendiri sebenarnya adalah sebuah sistem yang kompleks. Di samping komponen‐komponen dasar melodis seperti komponen seperti tone, pitch, ritme, tempo, kontur, timbre, volume, lokasi spasial, dan reveberasi/gaung, sebuah lagu juga memiliki pola komposisi terkait liris. Lirik merupakan sebuah bentuk “penguat” makna dari sebuah alunan lagu yang membantu apresiasi lebih jauh dari ekspresi estetis dari penggubah lagu tersebut. Memahami postulat musik sebagai bahasa, kita menyadari bahwa komponen linguistik sendiri memberikan pemaknaan bahasa tersendiri pula dalam “bahasa musikal”. 


Penelitian tentang sifat‐sifat emosi (perasaan hati) dari seorang manusia terkait dengan bahasa dan verbalitas yang terkait menunjukkan betapa uniknya representasi semantik meski seberapa universalnya ekspresi emosi tersebut dalam perspektif evolusioner.Untuk kajian terkait bahasa Indonesia, beberapa pendekatan tentang bagaimana satu kata merepresentasikan emosi tertentu (termasuk memberikan eksitasi simulus emosional) dilakukan dalam pola tanya jawab dalam survey lapangan. Beberapa point menarik ditunjukkan dari temuan‐temuan empiris tersebut, meski pada akhirnya, terdapat keengganan generalisasi terkait sampel responden yang ditanyakan seringkali terasa kurang memadai. Pendekatan terakhir dilakukan dengan model representasi sebagaimana yang dilakukan, tetapi menggunakan hubungan sinonim dan menyebutkan kata lain dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memiliki konjektur temuan yang memiliki afinitas dengan temuan pada pola penjajakan pendapat secara tradisional. 


Apa yang ditunjukkan dalam makalah ini merupakan kelanjutan bentuk implementatif dari yang dicobakan dalam korpus lirik lagu‐lagu populer Indonesia. Sampel lagu populer tersebut diambil dari hasil survey yang dilakukan oleh Majalah musik Rolling Stone yang memberikan lagu‐lagu terbaik sepanjang masa semenjak 1958 hingga 2009. Pemilihan dilakukan secara selektif oleh Tim Pemilih yang terdiri dari berbagai latar belakang, mulai dari musisi, penyanyi, seniman, budayawan, hingga sekadar penikmat musik. Lagu‐lagu dalam daftar tersebut merupakan lagu yang pada masanya memiliki fitness yang tinggi di pasar musik Indonesia. Dengan demikian, tidak berlebihan jika kita catat bahwa ada afinitas kultural yang kuat antara aspek kolektif emosionalitas masyarakat Indonesia pada masa tersebut dengan apa yang ter‐representasikan dalam lagu tersebut secara keseluruhan. Dalam kajian ini, kita membatasi diri pada aspek liris dari lagu. 


Metodologi Kerja 

Dari hasil pemetaan yang dilakukan, kita memperoleh semacam indeksasi akan representasi perasaan hati leksikal, baik valensi positif‐negatif dari perasaan hati tersebut maupun dari sisi level aktivasi emosi (arousing level). Kedua variabel tersebut masing‐masing dinyatakan sebagai lanskap emosional atas representasi leksikal dalam sistem koordinat. Dari studi dan pemetaan yang dilakukan atas, maka diperoleh penggambaran level dari emosionalitas yang direpresentasikan oleh jejaring ribuan kata sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1. 


Gambar 1 

Topologi representasi graf dari kata‐kata dasar dalam Bahasa Indonesia terkait aspek emosionalitas sebagaimana ditunjukkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Dari pemetaan tersebut kita memperoleh leksikon emosi yang memetakan tiap kata ke variabel perasaan hati (, )  dengan algoritma dan formalisme sebagaimana ditunjukkan pada. Inilah yang menjadi modul dasar yang kemudian kita terapkan dalam berbagai korpus, yang dalam observasi kita di sini adalah lirik dari lagu‐lagu Indonesia sepanjang masa. 


Sebagaimana diringkaskan dalam diagram alir proses pada gambar 2, data korpus yang merupakan data‐data tekstual diubah menjadi bentuk vektor dengan elemen karakter. Mengingat begitu banyaknya proses peluluhan dan perubahan morfoglogi kata dalam Bahasa Indonesia, terkait penggunaan imbuhan, perulangan, dan sebagainya, maka perlu diterapkan rutin kustomisasi gramatika yang mencari keterkaitan kata yang muncul secara dinamik dari awal hingga akhir dari korpus. Hasil kustomisasi inilah yang kemudian kita komparasi dengan matriks yang menunjukkan keterkaitan jarak terdekat sebagai nilai (, )  dari pemetaan yang dilakukan pada gambar 1. Tiap elemen vektor yang ada dalam korpus dan memiliki kecocokan dengan elemen matriks “leksikon emosi” yang ada. Tiap ada kata baru yang masuk dari korpus dan match dengan elemen matriks leksikon, akan langsung terpeta dalam visualisasi dinamik yang disediakan, sehingga flow emosi dapat diamati secara instan. 

Gambar 2 

Diagram alir proses penampilan dinamik dari emosionalitas dalam pilihan kata pada korpus 


Lagu‐lagu Pop Indonesia 

Industri musik populer di Indonesia telah sangat berkembang mengikuti perkembangan teknologi penyiaran dan penggandaan data musik yang ada. Majalah Rolling Stone menampilkan pilihan lagu‐lagu terbaik Indonesia sepanjang masa semenjak 1958 hingga yang terbaru dan menjadi korpus yang menjadi obyek penyelidikan kita*). Dari observasi kita atas lagu‐lagu tersebut diperoleh perilaku stilistik yang menarik. 



Lagu‐lagu yang menggunakan pilihan kata dengan asosiasi emosi senang memiliki kecenderungan menggunakan juga kata‐kata dengan asosiasi emosi yang terasosiasi gairah (arousal) yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi positif yang kuat antara dua koefisien dari nilai  dan  pada gambaran global dari lagu‐lagu dalam ruang sampel observasi kita. Namun hal ini tidak selalu berlawanan dengan lagu‐lagu yang dominan menggunakan kata‐kata ber‐asosiasi rasa sedih yang cenderung menggunakan kata‐kata ber‐asosiasi gairah yang netral (~ 0.5). 

Gambar 3 

Lagu dengan rata‐rata kata yang digunakan berasosiasi rasa senang: Walah dari Netral (kiri atas), dengan nilai rata‐rata asosiasi sedih: Kelelawar dari Koes Plus (kanan atas), lagu yang cenderung menggunakan kata yang membangkitkan gairah:Jari dan Jempol dari Deddy Stanzah (kiri bawah), dan lagu dengan lrik paling sendu: Terbang dari Gigi (kanan bawah). 


Empat lagu dengan lirik yang dominan dan ekstrim rata‐rata pengunaan kata‐kata sedih, senang, sendu, maupun bergairah divisualisasikan dinamika pilihan katanya pada gambar 3.Dari sini kita mendapatkan gambaran yang menarik. Bahwa terdapat kecenderungan lagu‐lagu dimulai dengan kata‐kata berasosiasi netral (baik dari level valensi positif dan negatif, maupun dari sisi gairah yang direpresentasikannya. 


Dari sisi big picture, hal ini ditunjukkan pada gambar 4, yang menggambarkan nilai rata‐rata dari nilai  dan  untuk lagu‐lagu pada tahun yang bersangkutan. Pola yang cukup menarik adalah adanya kecenderungan makin kini, penggunaan kata‐kata yang merepresentasikan kebahagiaan makin tinggi (valensi  meninggi), namun cenderung makin mendayu‐dayu (level aktivasi  menurun). Hal ini tentu dapat menjadi satu pemicu diskusi yang menarik terkait dengan berbagai induksi dari industri musik tanah air terhadap perilaku sosial yang dikaitkan dengan popularitas dari musik dan lagu‐lagu berlirik sendu namun cenderung lebih bervalensi positif ini. 


Gambar 4 
Rata‐rata representasi ekspresi leksikal dari lirik lagu‐lagu 1958‐2008. 
Garis merah putus‐putus menunjukkan rataan dari masing‐masing variabel. 


Kerja Lebih Lanjut & Penutup 

Dengan memiliki matriks yang menggambarkan pemetaan satu kata dengan kata lain, kita memiliki sebuah “matriks emosi leksikal” yang dapat digunakan untuk melihat pola atas tingkat emosi positif (rasa senang) dan negatif (rasa sedih) yang juga dikaitkan dengan pola aktivasi level emosional (gairah) dari kata‐kata dalam sebauh korpus tertulis. Otomatisasi hal ini memberikan visualisasi dinamis dari teks‐teks yang (baik sengaja ataupun tidak sengaja) dipilih oleh penulis sekuen‐sekuen kata tersebut. 


Analisis dengan kedua variabel yang merepresentasikan korpus ke dalam lanskap emosional ini memberikan banyak peluang untuk observasi dan penyelidikan berbagai korpus ber‐bahasa Indonesia yang ada di tengah‐tengah masyarakat kita, mulai dari pidato, notulensi, diskusi kelompok, cerpen, fiksi, lirik lagu, dan lain sebagainya. Berbagai pendekatan analitik yang menarik untuk diterapkan misalnya adalah perspektif‐perspektif mekanika statistika yang telah dikerjakan untuk berbagai artifak lagu dengan elemen dasar obyeknya adalah sekuen melodi yang menyusun lagu‐lagu tersebut. Hal ini dalam kerangka lanjut akan membuka pintu interdisipliner dalam berbagai penyelidikan obyek‐obyek kultural antropologis modern [2]. 


Sebuah implementasi menarik ditunjukkan atas korpus lirik‐lirik lagu terbaik di Indonesia sepanjang masa, yang telah dipilihkan oleh mereka yang memiliki pengalaman dan “cita rasa” estetis dan musikalitas yang baik secara populer. Dari penelaahan atas lirik‐lirik lagu tersebut, diperoleh beberapa pola gubahan lagu yang menarik yang membuka sisi “emosionalitas” dari lagu – terlepas dari dinamika sekuen melodis [5, 7], yang tentunya merupakan hal primer dalam sebuah lagu. 




Referensi:
Departemen Pendidikan Nasional RI. (2010). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Online:  http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/ 

Freeman, L. C. and Merriam, A. P. (1956). “Statistical classification in anthropology: An application to ethnomusicology”. American Anthropologist 58: 464‐472. 

Heider, K. (1991). "Landscapes of emotion: Mapping three cultures of emotion in Indonesia". Cambridge UP. 

Marcus, G. E. (2003). “The Psychology of Emotion and Politics”. Dalam Huddy, L., Sears, D., Jervis, R. 
(eds.). Oxford Handbook of Psychology. Oxford UP. Pp. 182‐220. 

Planes, A. & VIves, E. (2002). “Entropic Formulation of Statistical Mechanics”. Journal of Statistical Physics 106: 827‐50. 

Shaver, P. R. & Murdaya, U. (2001). “Structure of Indonesian Emotion Lexicon”. Journal of Social Psychology 4: 201‐24. 

Snyder, J. L. (1990). "Entropy as a Measure of Musical Style: The Influence of a priori Assumptions". Music Theory Spectrum 12: 121‐60. 

Situngkir, H. (2007). "An Alternative Postulate to See Melody as 'Language'". BFI Working Paper Series WPK2007. 

Situngkir, H. (2007). "Menuju Studi Kompleksitas Musik Indonesia". BFI Working Paper Series WPT2007. 

Situngkir, H. (2011). “Lanskap Ekspresi Leksikal berasosiasi Emosi”. BFI Working Paper Series WP‐1‐
2011. 

Steedman, M. (1996). “The Blues and the Abstract Truth: Music and Mental Models”. dalam A. Garnham and J. Oakhill, (eds.), Mental Models In Cognitive Science pp.305‐18. Erlbaum. 

Tim Penulis Majalah Rolling Stone. (2009). “150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa”. Rolling Stone: Special Collector Edition 56. 

Toivianen, P. & Eerola, T. (2001). "A Method for Comparative Analysis of Folk Music Based on Musical Feature Extraction and Neural Networks". Proceedings of the VII International Symposium on Systematic and Comparative Musicology and III International Conference on Cognitive Musicology. ICSCM. 

Wierzbicka, A. (1991). "Emotions Across Languages and Cultures: Diversity and Universals". Cambridge UP. 

Zuckerman, M. (1991). Psychobiology of Personality. Cambridge UP. 

No comments:

Post a Comment