Friday, November 9, 2012

Sahkah Perkawinan Mualaf yang Belum Ber-KTP Islam?


Perkawinan menurut Pasal 1 UUP adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan menurut Pasal 2 KHI perkawinan adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon ghooliidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.


1. Syarat sahnya Menikah secara Islam

Pasal 4 KHI menyebutkan bahwa:

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dan Pasal 2 ayat (1) UUP menyebutkan bahwa: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”

Dengan arti kata, bahwa perkawinan dalam Islam adalah sah apabilamemenuhi rukun dan syaratnya perkawinan menurut hukum Islam yakni harus ada (Pasal 14 KHI):

1) Calon suami ;

2) Calon istri ;

3) Wali nikah ;

4) Dua orang saksi dan ;

5) Ijab dan qabul


Berdasarkan ketentuan Pasal 14 KHI ini, dapatlah dipahami dan diketahui bahwa tidak ada satupun syarat dan rukun mengenai sah atau tidaknya perkawinan karena dilaksanakan melalui pembantu penghulu atau amil kelurahan. Sepanjang perkawinan itu memenuhi syarat dan rukun sebagaimana disebut di atas, maka perkawinan tersebut secara hukum Islam adalah sah.


Namun demikian, karena negara Indonesia adalah negara hukum yang segala sesuatu peristiwa harus dicatat, maka perkawinan tersebut harus dicatat sebagai bukti bahwa telah terjadi sebuah perkawinan (Pasal 2 ayat [2] UUP).


Ketentuan lebih lanjut mengenai pentingnya pencatatan perkawinan dapat dilihat dan baca ketentuan Pasal 5 KHI, yang menyebutkan:

1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954.


Selanjutnya, di dalam Pasal 6 KHI diatur bahwa:

1) Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.


Dengan demikian, apabila merujuk pada ketentuan undang-undang, maka perkawinan seharusnya dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (Kantor Urusan Agama setempat) supaya perkawinan  tercatat dan mendapatkan Kutipan Akta Nikah serta perkawinan dapat dibuktikan secara hukum;


2. Dalam Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) masih ditulis beragama non-Islam, namun melangsungkan perkawinan secara hukum Islam.


Melangsungkan perkawinan secara hukum Islam adalah bentuk penundukan hukum, yang tentunya wajib memenuhi rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam.



Jika pada saat melangsungkan perkawinan secara hukum Islam tapi di dalam KTP  masih tertulis agama lain, hal itu adalah persoalan administrasi kependudukan saja. Dalam hal ini, seharusnya memperbaharui data kependudukan. Namun, menurut kami, sepanjang dia dan istri saat melangsungkan perkawinan telah memeluk agama Islam (muallaf) dan memenuhi syarat dan rukun perkawinan, sebagaimana ketentuan Pasal 2 UUP dan Pasal 4 KHI sebagaimana disebut di atas, maka perkawinan tersebut adalah sah.


3. Prosedur Pindah Agama/Kepercayaan


Sepanjang yang kami ketahui tidak ada “akta” (sertifikat, red.) sebagai syarat yang ditentukan untuk bisa masuk Islam. Karena, sepanjang pemahaman kami, seseorang yang hendak masuk Islam persyaratan utamanya adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Hal ini sebagaimana hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum ahli kitab, maka hendaklah pertama kali yang engkau ajakkan kepada mereka adalah syahadat La Ilaha Illallah.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam riwayat lain: “Ajaklah mereka untuk bersyahadat La Ilaha Illallah Wa Anna Muhammadan Rasulullah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Tata cara masuk Islam di beberapa masjid di Indonesia, contohnyaMasjid Istiqlal tidak ada persyaratan sertifikat. Meskipun ada persyaratan, itu hanya persyaratan administratif saja, misalnya mengisi formulir pendaftaran, membawa KTP, dsb. Lebih lanjut bisa dilihat di alamat webnya Masjid Istiqlal di : masjidistiqlal.or.id


Namun, secara status kependudukan  harus melaporkan perubahan status agama di KTP dengan mengisi formulir isian di Kantor Kelurahan sesuai domisili.



No comments:

Post a Comment