Friday, November 30, 2012

Prosedur Permohonan Itsbat Nikah



Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan sebagai berikut :

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari ketentuan tersebut, diketahui sahnya suatu perkawinan apabila dilakukan menurut masing-masing agama maupun kepercayaannya, namun demikian diatur pula bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam yang mengatur:

“Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.”


Akta Nikah berguna sebagai bukti adanya perkawinan tersebut dan jaminan bagi suami atau istri serta melindungi hak-hak anak yang lahir dari perkawinan tersebut, sebagai contoh dalam hal adanya warisan, pengurusan akta kelahiran, dan lain sebagainya. Dengan demikian, suatu perkawinan yang belum atau tidak dilakukan pencatatan di Kantor Pencatatan Pernikahan akan merugikan suami atau istri, anak bahkan orang lainnya.


Untuk melakukan pencatatan atas pernikahan siri, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa:

“Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikah-nya ke Pengadilan Agama”


Itsbat Nikah adalah permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sah-nya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum. Sesuai dengan ketentuan di atas, Itsbat Nikah hanya dapat diajukan melalui Pengadilan Agama, di wilayah tempat domisili, bukan melalui Kantor Urusan Agama (KUA).


Syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk melakukan Itsbat Nikah adalah sebagai berikut:

1. Menyerahkan Surat Permohonan Itsbat Nikah kepada Pengadilan Agama setempat;
2. Surat keterangan dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat yang menyatakan bahwa pernikahan tersebut belum dicatatkan;
3. Surat keterangan dari Kepala Desa/ Lurah yang menerangkan bahwa Pemohon telah menikah;
4. Foto Copy KTP pemohon Itsbat Nikah;
5. Membayar biaya perkara;
6. Lain-lain yang akan ditentukan Hakim dalam persidangan.


Namun, permohonan Itsbat Nikah tidak selalu dikabulkan oleh Hakim, jika permohonan tersebut dikabulkan, maka Pengadilan akan mengeluarkan putusan atau penetapan Itsbat Nikah.


Dengan adanya putusan penetapan Itsbat Nikah, maka secara hukum perkawinan tersebut telah tercatat yang berarti adanya jaminan ataupun perlindungan hukum bagi hak-hak suami/istri maupun anak-anak dalam perkawinan tersebut.


Dengan sahnya pernikahan di depan agama dan hukum, sebagaimana diatur dalam UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, maka dia dapat mengurus Akta kelahiran anaknya yang sah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Kantor Pencatatan Sipil setempat dengan melampirkan Surat Putusan Itsbat Nikah yang menunjukkan adanya pernikahan yang sah. Sehingga anaknya nantinya dapat tercatat sebagai anak dari pasangan yang telah menikah secara sah dimata hukum.



Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
2. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam



No comments:

Post a Comment