Wednesday, September 5, 2012

Sunat Perempuan dalam Permenkes No. 1636

Tinjauan Yuridis Terhadap Permenkes No. 1636 tentang Sunat Perempuan, Asas Gender dan Non-Diskriminatif
Sunat perempuan diatur dalam Permenkes No. 1636/ MENKES/PER/XI/2010 Tahun 2010 tentang Sunat Perempuan (“Permenkes 1636/2010”).
Sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris (Pasal 1 angka 1 Permenkes 1636/2010).


Praktik sunat perempuan sudah lama dilakukan di Indonesia, tetapi pengaturan resmi baru dilakukan dengan Permenkes 1636/2010 ini. Mengutip pertimbangan dalam Permenkes 1636/2010 ini, diharapkan peraturan ini dapat memberikan perlindungan pada perempuan dengan pelaksanaan sunat perempuan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan agama, standar pelayanan, dan standar profesi untuk menjamin keamanan dan keselamatan perempuan yang disunat.


Sunat perempuan dilakukan dengan berbagai alasan, tetapi pada intinya bukan merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Untuk dapat dilakukan sunat perempuan, harus atas dasar permintaan dan persetujuan dari perempuan yang disunat, orang tua, dan/atau walinya (Pasal 3 ayat [1] Permenkes 1636/2010). Apabila sunat dilakukan pada bayi perempuan, maka harus dilakukan dengan permintaan dan persetujuan orang tua atau walinya.


Sebelum sunat perempuan dilakukan, harus diinformasikan kemungkinan terjadi pendarahan, infeksi, dan rasa nyeri (Pasal 3 ayat (2) Permenkes 1636/2010). Persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan informasi medis biasa disebut dengan informed consent.


Praktik sunat perempuan ini kerap menimbulkan perdebatan akan risiko yang mungkin ditimbulkannya. Namun, mengutip penjelasan dari salah satu artikel di laman resmi Kementerian Kesehatan berjudul, Permenkes Nomor 1636 Tahun 2010 tentang Sunat Perempuan: Menjamin Keamanan dan Perlindungan Sistem Reproduksi Perempuan, dijelaskan bahwa sebenarnya tidak perlu khawatir dengan praktik sunat perempuan, karena Permenkes 1636/2010 dibuat untuk Menjamin Keamanan dan Perlindungan SistemReproduksi Perempuan sesuai dengan prosedurnya.


Seperti disebutkan di atas, Permenkes 1636/2010 ini bukan dimaksudkan untuk mewajibkan sunat perempuan, bukan pula melegitimasi atau melegalisasi sunat perempuan. Permenkes 1636/2010 ini digunakan sebagai standar operasional prosedur (SOP) bagi tenaga kesehatan apabila ada permintaan dari pasien atau orangtua bayi untuk melakukan sunat perempuan pada diri atau bayinya.


Masih mengutip dari artikel yang sama, jika sunat perempuan dilarang dilakukan oleh tenaga kesehatan, padahal pada kenyataannya di masyarakat praktik tersebut masih berlangsung, dikhawatirkan masyarakat yang ingin menyunat bayi perempuannya justru akan pergi ke dukun dan hal tersebut justru akan menimbulkan berbagai komplikasi. Jika tenaga kesehatan mendapat permintaan dari pasien atau orang tua bayi perempuan untuk melakukan tindakan sunat, maka prosedur sunat perempuan harus dilakukan sesuai Permenkes 1636/2010 dan hal tersebut akan menjamin keamanan dan perlindungan sistem reproduksi perempuan.


Dalam meninjau praktik sunat perempuan berdasarkan asas gender dan non-diskriminatif, kita perlu melihat pada pengertian gender dalam Pasal 1 angka 2 Permendagri No. 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah(“Permendagri 67/2011”):


“Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.”


Dan asas non-diskriminatif merupakan asas perlakuan yang sama yang dapat kita temui dalam Pasal 1 angka 3 dan 4 Permendagri 67/2011 yakni mengenai kesetaraan gender dan keadilan gender:


“Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agarmampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.”


“Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan.”


Pada dasarnya, dari beberapa pengertian di atas, sunat perempuan tidak ada hubungannya dengan peran, fungsi dan tanggung jawab perempuan.


Jadi, sunat perempuan yang diatur dalam Permenkes 1636/2010 ditujukan untukmemberikan perlindungan pada perempuan dengan pelaksanaan sunat perempuan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan agama, standar pelayanan, dan standar profesi untuk menjamin keamanan dan keselamatan perempuan yang disunat.Tidak ada kaitannya dengan asas gender dan non-diskriminatif.


No comments:

Post a Comment